
TRANSINDONESIA.CO – Japrem (jatah preman) istilah bagi aparat untuk mendapatkan sesuatu dari siapa saja yang memiliki atau mengelola sumber daya. Pemegang sumber daya menganalogikan sebagai preman, minta bagian dari apa yang mereka kelola atau dari bisnis mereka.
Japrem yang diminta bukan hanya uang tetapi juga pelayanan, dan sikap respek bahkan juga pelayananan kesukaan.
Para pengelola dan pemilik sumber daya sadar dan menyadarinya maka mereka menyiapkan berbagai japrem dari yang berupa sponsor, uang tunai, pelayanan ini-itu hingga pelayanan sesualpun akan dilakukan.
Aneh, namun terus dilakukan, dan sudah menjadi permisive bahkan dibangga-banggakan. Mengerjakan dengan cara-cara pendekatan keduniawian kedagingan memang lebih menyenangkan.
Siapa tidak suka dilayani, diperlakukan bagai ndoro? Semua pasti senang, namun apa yang terjadi atas semua ini? Dampaknya hanyalah pada untung dan rugi secara materi.
Tiada lagi pelayanan degan hati, tiada lagi rasa bersalah tatkala melanggar konsesi, melanggar aturan, dan komitmen. Integritas diabaikan dan profesionalisme tak akan dimunculkan
Japrem telah meracuni, dan menina bobokan dan mencandui para birokrat. Walau tak dipungkiri menjadi birokrat siap untuk hidup pas-pasan dan pasrah pada Tuhan untuk dapat menopang dan keberlanjutan kehidupanya.
Kesejahteraan dari suatu bangsa memang dilihat dari buruh dan pegawai-pegawai lepasnya apakah kualitas take home pay dan savingnya tinggi?
Karena merekalah kelas terbesar dalam sebuah negara. Dan sayang juga, mereka akan menjadi korban dan ganjel-ganjel birokrasi pengelola japrem-japrem tadi.(CDL-Jkt140715)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana