TRANSINDONESIA.CO – KPK menahan Bupati Pulau Morotai, Rusli Sibua seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pemberian hadiah terkait pengurusan perkara sengketa pilkada Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara di MK tahun 2011.
“Tersangka RS (Rusli Sibua) ditahan di rumah tahanan kelas I Jakarta Timur cabang KPK yang berada di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur untuk 20 hari pertama,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Rusli yang keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye hanya diam dan langsung masuk ke mobil tahanan saat dicegat wartawan seusai menjalani pemeriksaan selama sekitar 7 jam di gedung KPK.
Rusli pada hari ini pun dijemput paksa oleh penyidik KPK dan baru tiba di gedung KPK sekitar pukul 13.30 WIB.
“Tersangka Rusli Sibua, saat ini menjabat sebagai Bupati Pulau Morotai yang dipanggil 2 kali secara sah namun tidak datang memenuhi panggilan penyidik KPK. Karena tidak datang, kemudian tim sidik berdasarkan sprin (surat perintah) membawa tersangka selanjutnya sejak kamarin mencari yang bersangkutan. Hari ini sekitar pukul 13.00 WIB yang bersangkutan berhasil di-tapping dan dijemput tim Sidik di salah satu tempat didaerah Kuningan Jakarta Selatan,” kata Pelaksana Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji melalui pesan singkat.
Menurut pengacara Rusli, Achmd Rifai, kliennya menolak surat penahanan tersebut.
“Pak Rusli menolak penahanan dengan alasan tidak pernah mengurus semuanya, tidak tahu uang dari mana dan tidak pernah meminta orang untuk mentrasfer uang. Ini bentuk ketidakadilan untuk Pak Rusli karena beliau bersikukuh tidak melakukan hal itu,” kata Rifai yang mendampingi kliennya tersebut.
Namun Rifai mengaku tidak mengetahui tempat menginap Rusli selama berada di Jakarta.
KPK mengenakan sangkaan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP kepada Rusli.
Pasal tersebut mengatur tentang perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp750 juta.
Dalam putusan kasasi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, disebutkan bahwa Akil menerima Rp2,99 miliar dari Rusli Sibua.
KPU pulau Morotai sesungguhnya memenangkan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, namun Rusli Sibua dan Weni R Praisu menggugat putusan tersebut di MK dan menunjuk Sharin Hamid sebagai penasihat hukum.
Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva untuk memutus sengketa tersebut.
Sahrin Hamid kemudian menghubungi Akil dan dibalas dengan telepon agar Rusli menyiapkan uang sebesar Rp6 miliar sebelum putusan dijatuhkan, tapi Rusli hanya menyanggupi Rp3 miliar.
Setelah menerima informasi mengenai jumlah uang yang sanggup dipenuhi, Akil meminta Sahrin mengantar langsung ke kantor MK, tapi Sahrin menolak karena tidak beranisehingga akhirnya ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat dengan keterangan “angkutan kelapa sawit”.
Rusli mengirim uang tersebut dalam tiga kali transaksi dengan nilai total Rp2,989 miliar. Pada putusan 20 Juni 2011, MK pun memenangkan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu dengan jumlah suara 11.384.(ant/dod)