Hate Speech: Taburan Benih Konflik

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Hate spreech adalah hembusan kebencian yang ditanamkan melalui kalimat-kalimat yang memprovokasi dengan memanfaatkan ciri-ciri primordial agar terjadi saling melabel dan saling intoleransi, sehingga mudah disulut emosinya untuk menjadi suatu konflik.

Provokasi pada awalnya dapat semacam gosip menceriterakan keburukan atau kejelekan-kejelekan orang lain. Dikembangkan dengan menyalah-nyalahkan.

Memberi label-label buruk atas pekerjaan, sikap atau perilaku yang sudah menjadi pembedaan benar dan salah. Dibangkitkan spirit intoleransi atau sifat saling membenci melalui pembedaan primordial (SARA) dengan harapan bisa saling menyerang.

Tatkala dendam sudah membara dan kebencian sudah meraja lela maka, konflik akan cepat dan mudah dipicu.

Akar dari semua ini adalah perebutan sumber daya, perebutan pendistribusian sumber daya maupun harga diri. Sumber daya dapat berupa, benda, kekuasaan, pengikut/umat/orang, uang, jabatan, peluang, tempat-tempat produktif, kewenangan, jalan dan lainnya.

Penguasaan sumber daya dapat dilakukan melalui birokrasi-birokrasi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan dan keselamatan. Diluar birokrasi dapat disampaikan melalui lembaga-lembaga sosial, keyakinan dan keagamaan.

Hembusan-hembusan intoleransi yang paling mudah ditabur adalah benih-benih kebencian dengan dikotomi primordial (sara).

Dalam primordial menjadi pilihan karena tidak lagi rasional dan mengutamakan emosional dan spiritual. Hate speech sebenarnya mengikis daya nalar masyarakat, membangkitkan emosional dan spiritual sebagai pembenaran dan mencari dukungan solidaritas maupun legitimasi.(CDL-Jkt060715)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share