TRANSINDONESIA.CO – Preman dalam menjalankan aksinya bervariasi dan bertingkat-tingkat, tak semata-mata menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan-tindakan yang menakutkan.
Adakalanya, mereka (oreman) menggunakan primordial (SARA) sebagai alat untuk mendaptkan legitimasi dan loyalitas dari masyarakat. Mereka mengatasnamakan kesucian, kesuku bangsaan, keyakinan keagamaan, keturunan, RAS, asal daerah dan lainnya.
Primordial dijadikan alat dikotomi pembeda satu dengan lainnya. Pendekatan baik buruk, benar salah, suci dosa dan sebagainya.
Pembedaan-pembedaan inilah yang dijadikan hate speech/provokasi kebencian dan sebagai alat propaganda terjadinya konflik komunal, social dan horisontal.
Dalam masyarakat majemuk primordial sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Tatkala tidak ada perebutan sumber daya , perebutan pendistribusian sumber daya akan tenang-tenang saja, landau dan adem ayem.
Tatkala ada sesuatu yang akan dicapai dan dikuasai, otak-otak preman yang dengan lihai memanfaatkan primordial sebagai alat kejahatannya.
Mreka para preman sering tidak turun langsung. Mereka akn menggunakan isu-isu sebagai hate speech dan menabur kebencian atau memulai dengan konflik perorangan sebagai sumbu ledaknya. Mereka bergerak tatkala kesadaran hilang dan solidaritas sosial rusak, keteraturan sosial kacau.
Pada situasi kacau inilah mereka memanfaatkan dan menggunakan kepiawaianya menduduki, menguasai, mengeksploitasi dan mendistribusikan segala sumber daya yang ada.
Penguasaan dari hulu sampai hilir diambilnya. Merekapun bagian dari kejahatan yang kejam dan biadab yang tega dan tidak peduli akan peradaban dan kemanusiaan.
Kepekaan, kesadaran dan solidaritas sosial semestinya menjadi keunggulan sebagai bentuk kekuatan dan ketahanan masyarakat akan premanisme yang kejam dan biadab.(CDL-Jkt020715)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana