TRANSINDONESIA.CO – Pengungsi muslim Rohingya asal Myanmar berharap menetap di negara ketiga serta dapat menampung mereka untuk melanjutkan hidup mengingat konflik dan kekerasan di negaranya tidak kunjung selesai.
“Kami tidak ingin dikembalikan di negara kami sampai benar-benar damai seperti Indonesia. Kalau kami tetap kembali pasti akan dibunuh, kami berharap menetap dan berada di negara ketiga dalam mencari suaka,” kata perwakilan Rohingya di Makassar H Muh Toyib, Minggu (31/5/2015).
Usai silaturahim bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Selatan dan Perwakilan Umat Buddha (Walubi) Sulsel di wisma Merah, jalan Pettarani III, dirinya mengharapkan diberikan suaka oleh negara ketiga untuk melanjutkan hidup.
“Pembantaian berat di Myanmar oleh pemerintahan sendiri melebihi kejadian di Palestina, karena masalah politik kami terpaksa mengungsi ke negara-negara termasuk di Indonesia agar tidak dibantai mereka,” bebernya.
Dirinya berharap negara-negara ketiga seperti Australia, Swedia, Japan, Amerika Serikat, Belanda, Denmark, New Zeland dan Norwegia bisa menampung sesuai dengan persetujuan Komisioner Tinggi PBB kepada United Nations High Commissioner for Refugees atau UNHCR.
Diketahui badan ini berdiri bertujuan untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi berdasarkan permintaan sebuah pemerintahan atau PBB kemudian untuk mendampingi para pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru.
“Kami hanya mau mencari suaka untuk itu dengan harapan bantuan memfasilitasi kami yang sudah terkatung katung di beberapa negara termasuk Indonesia,” harapnya.
Saat ditanya apakah Indonesia dapat menampung pengungsi Rohingya, kata dia, Indonesia dan Malaysia hanya sebagai negara transit sementara, karena sampai saat ini konflik dan pembantaian muslim Rohingya dan beberapa warga lainnya masih berlangsung disana.
“Saat ini kami masih menunggu kejelasan, kami bersyukur masih di terima di Indonesia. Kalaupun kami mau dipulangkan tentunya kondisi disana sudah aman dan damai seperti disini. Kami hanya menginginkan kedamaian,” ujarnya.
Mengenai bantuan kemanusiaan, kata dia, pihak International Organization for Migration (IOM) menanggung biaya hidup perorang Rp1,250 juta dan anak-anak hingga usia 16 tahun masing-masing Rp500 ribu.
“Untuk makassar kami ada dua ratus orang lebih tersebar di beberapa tempat, disini wisma merah ada 55 orang, jalan Mappaodang 45 orang selebihnya di jalan Perintis Kemerdekaan, jalan Harimau, dan jalan Mapala,” sebutnya.
Sementara Biksu Biku Siri Ratanu Tera dari Sangga Terawada Indonesia usai pertemuan tersebut mengatakan mengutuk kekerasan dan pembantaian warga Rohingya di Myanmar.
“Kami Biku sebenarnya mendorong lembaga umat yang berpotensi untuk menyelamatkan pengungsi. Sejak awal kita sudah sampaikan agar masyarakat turut berperan membantu mereka dan mendukung persoalan Rohingya bisa diselesaikan secepatnya. Kami juga mengutuk tindakan kekerasan dan pembantaian disana,” tandasnya.
Ia menjelaskan apa yang diajarkan Buddha untuk tetap berjalan kepada jalan kebenaran dan tidak dibenarkan menghilangkan nyawa seseorang sebagaimana hidup itu berlatih dan terbebas dari kemewahan dunia mutlak di jalani kaum Buddha.
“Harapan kami di Myanmar tentang kemanusiaan diselesaikan secepatnya untuk membantu kehidupan umat beragama, tidaklah benar ajaran Buddha memberikan kekerasan dan menganiaya orang adalah sah, itu adalah perbuatan dosa sama dengan yang di ajaran agama lainnya,” jelas dia.
Ketua FKUB Sulsel Prof Abdul Yunus Rahim pada kesempatan itu menambahkan pihaknya akan terus mengupayakan pengungsi Rohingya bisa melanjutkan hidup dan mencarikan solusi yang terbaik bagi mereka yang terpaksa meninggalkan kampung halamannya untuk menyelamatkan diri.
“Kami siap melakukan pendampingan dengan organisasi agama lainnya termasuk Walubi untuk mencari solusi terbaik. FKUB juga sudah melayangkan surat ke kementerian dan instansi terkait untuk segera diselesaikan permasalahan tersebut,” tambahnya.(ant/jei)