TRANSINDONESIA.CO – Kepemimpinan itu seni, untuk meyakinkan, menggerakan orang lain mengarahkan, memberdayan dan mengatasi berbagai hambatan, menemukan berbagai terobosan baru dalam rangka mencapai tujuan.
Kalau kepemimpinan dipahami sebagai seni berarti para pemimpin perlu memiliki naluri artistik dan estetik. Pemimpin yang memahami seni dengan naluri artistic dan estetika maka akan memimpin dengan hati, berempati bahkan mampu memberdayakan secara maksimal.
Pemimpin dengan kepemimpinan yang kaku tanpa kemampuan dan kepedulian akan seni biasanya akan cenderung menjadi otoriter, jaim, ekslusif dan sulit diajak komunikasi bahkan seakan akan menjadi anti kemajuan.
Seni akan menghidupkan dan lebih memanusiakan? Susasana kerja yang tidak manusiawi biasanya tidak nyaman, potensi konfliknya besar dan tidak kreatif. Bekerja dengan datar saja dan menunggu perintah, tiada inisiatif baru, pengekor, tanpa mampu bersaing apalagi melampaui.
Pemimpin yang mampu membangun keadilan atau adanya rasa keadilan tingkat kesadaran, tanggung jawab dan disiplin tinggi.
Pemimpin menjaga dan membangun peradaban, tatkala hanya mengandalkan hal-hal teknis tanpa mampu mengapresiasi dan mengekspresikan seni cepat atau lambat apa yang dipimpinnya terus merosot bahkan kontra produktif.
Pemimpin yang bernaluri artistik dan estetik akan lebih peduli pada kemanusiaan dan mampu memanusiakan manusia untuk hidup terus meningkat kualitasnya.
Citra positif akan disandangnya dan penghargaan akan seni menjadi pilar kesuksesan dalam membangun peradaban dan meningkatkan kualitas hidup. (CDL-Jkt160515)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana