TRANSINDONESIA.CO – Logika, etika, dan estetika menjadi satu kesatuan pemikiran para filsafat besar memberi pencerahan sebagai fajar budi bagi hidup dan kehidupan. Logika menjadi dasar atas rasionalitas atau terus mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk bertanya, mengkonstruksi, membongkar, menemukan dan mengembangkannya secara terus menerus.
Etika sebagai filsafat moral penjaga hati nurani sebagai manusia untuk terus mampu memanusiakan manusia. Estetika sebagai seni untuk dapat memaknai, menikmati dan mensyukuri atas sesuatu sebagai sesuatu yang indah.
Sesuatu tanpa dimaknai, tidak akan menjadi apa-apa, semua akan pergi hilang berlalu ditelan waktu.
Sebuah batu tanpa dimaknai ia tidak akan diburu, terserak saja tanpa ada yang peduli. Alam tanpa dimaknai akan juga menguap seiring berubahnya zaman. Bahkan manusia tatkala tidak dimaknai maka iapun akan tidak menjadi apa-apa dan akan hilang begitu saja.
Logika akan membantu manusia untuk menjalani hidup dankehidupannya menjadi mudah, etika menjadikan manusia semakin manusiawi dan mampu memanusiakan manusia lainnya.
Estetika membuat hidup dan kehidupan menjadi indah dan penuh makna, yang akan dikenang sepanjang masa.
Seni sering diabaikan atau dianggap sebagai pekerjaan tukang atau urusan seniman saja. Bahkan yang rada-rada nyedi dibilang sebagai senewen (aneh atau gila).
Membuat sesuatu menjadi indah bermakna dalam hidup dan kehidupan bukan urusan seniman saja.
Tanpa dukungan dari para penguasa, politikus, ilmuwan, para pekerja, masyrakat luar seni seolah akan mati. Tak lagi memberi aura indah dan tak juga menjadikan sesuatu berharga serta tak juga bermakna.”Tak hrs membuat, mengapresiasi cukuplah”.(CDL-Jkt120515)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana