
TRANSINDONESIA.CO – “Matahari mash pada posisinya dan tdk akan pernah tenggelam atau berkianat terbit dari utara. Hanya saja yang disinari kadang tidak mampu menerima karena tertutup awan, atau musim berganti sehingga nampak seperti posisi matahari yang berubah. Matahari dikelilingi ia tetap pd posisinya”.
Matahari sumber energi, inspirasi, bahkan ada yang menganggapnya sebagai dewa, sang penguasa. Matahari menjadi simbol bagi kekuasaan dan kepemimpinan yang membawa harapan.
Sang surya di ufuk timur. Negeri matahari terbit, kasih ibu bagi sang surya menyinari dunia. Perumpamaan ini membuat sang matahari luar biasa, full power, full inspiration, tak tertandingi dan tiada duanya.
Matahari hanya satu, dalam gerhana matahari diibaratkan ia akan ditelan bethara kala sehigga orang beramai-ramai menabuh sesuatu agar matahari tidak tertelan.
Sang penguasa otoriter akan meneriakan, “Akulah sang matahari,tidak ada matahari kembar”,. Maknanya, pemegang kewenangan, kekuasaan, kebijakan hingga menjadi kesewenang-wenangan.
Matahari menjadi idola, dinanti bahkan dimaki tatkala terlalu panas dan semua menjadi kering kerontang dalam kemarau yang berkepanjangan. Manusia berteriak minta air berharap hujan turun menggantikan teriknya sinar mentari.
Pemimpin tatkala mengibaratkan dirinya sebagai dewa matahari berkewajiban menyinari, memberi penerangan, memberi energi, menginspirasi, melindungi dari kedinginan. Tatkala mampu terus bertahan dalam kewajarannya ia akan dinanti, dipuji dan selalu dihormati dan namanya akan abadi sepanjang masa. (CDL-Jkt120515)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana