TRANSINDONESIA.CO – “Bener yen ra umum iku salah, salah yen wis umum ikudadi bener”, Benar kalau tidak umum itu bisa dianggap salah dan hal yANg salah bila sudah menjadi hal yang umum bisa dianggap benar.
Menyatakan dan menegakkan kebenarann bagai mengurai benang kusut yang kecemplung aspal. Dalam birokrasi patrimonial yang anggotanya pembebek semua manut apa kata ndoronya.
Salah sekalipun kalau apa kata ndoro menjadi kebenaran dan diikuti kaum bebek dibawahnya. Pepatah mengatakan, “pemimpin itu kesepian tidak mempunyai teman yang ia punyai adalah penjilat”.
Birokrasi yang patrimonial biasanya akan penuh dengan kepura-puraan (baik bila ada pimpinanya, yang kumuh, yang kotor disingkirkanya agar mata sang ndoro menikmati yang indah berseri bersih harum dan wangi);
Acara-acara seremonial bertaburan dimana-mana demi menunjukan kehebatan sang ndoro yang sebenarnya juga sebuah penipuan karena sebatas pencitraan belaka.
Selesai acara, selesailah programnya (ibarat cinta cukup sampai disini). Kegiatan superfisial bagai sebuah kegiatan pariwisata menyalahkan dan mencari kesalahan.
Mengapa demikian? Karena memang perintah dan spiriitnya adalah hiras menemukan kesalahan, dengan mampu menyalahkan dan menemukan kesalahan akan memiliki nilai tawar dan menaikan gradenya sebagai orang pusat, orag berkuasa walau semangatnya bukan untuk memperbaiki, menyelesaikan masalah tetapi spirit ngarit wani piro. Aktifitas operasionalnyapun sifatnya temporer, reaktif ala pemadam kebakaran.
Kaum pembebek akan serempak kompak melawan pembaharuan, mempertahankan status quo dan mati-matian berusaha menyingkirkan bahkan mematikan siapa saja yang berani mengusik kenyamananya.
Walaupun upaya-upaya yang disampaikan baik dan benar secara moral, logika, administrasi dan hukum tetap dianggap sebagai duri dalam daging yang harus dicabut dan dibuang jauh.
Tanpa perlindungan dan dukungan dari akar rumput maupun ndoro yang waras, orang-orang baik dan benar pasti kalah atau dikalahkan dan bahkan bisa dicabut dan dicampakan pada perapian untuk melumatkan selama-lamanya.(CDL-Jkt310315)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana