TRANSINDONESIA.CO – Komjen Pol Budi Gunawan dikabarkan menjadi calon tunggal Kapolri. Hal tersebut sontak menimbulkan pertanyaan besar terkait kenapa hanya nama Budi Gunawan yang diinginkan Istana untuk menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Pol Sutarman.
Tak dimungkiri, kenyataan ini juga menjadi pertanyaan yang mengganggu bagi sejumlah LSM dan tokoh masyarakat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka bahkan sampai menemui pimpinan KPK untuk menanyakan apakah KPK dilibatkan dalam proses seleksi Kapolri baru.
“Apa alasan Presiden (Joko Widodo) terburu-buru. Padahal Sutarman pensiun Oktober nanti,” sebut peneliti ICW yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Emerson Yunto di Pengadilan Tipikor, kemaren.
Selain itu, setelah tahu bahwa KPK dan PPATK belum dilibatkan dalam seleksi Kapolri, Koalisi Masyarakat Sipil tanpa ragu mengkritik Presiden Jokowi. Mereka menyatakan kebijakan ini diskriminatif.
“Kita juga kritik apakah dari Seskab atau Presiden yang menyatakan tidak ada kewajiban perlibatan KPK dan PPATK,” sebut dia.
Emerson juga mengaku heran melihat Jokowi hanya memberlakukan seleksi yang melibatkan KPK dan PPATK hanya untuk calon menteri Kabinet Kerja, sedangkan untuk Kapolri baru tak digunakan.
Belum lagi selama ini, calon yang diajukan pemerintah telah lama disebut-sebut memiliki rekening ‘gendut’, tetapi sampai saat ini pemilik yang diduga memiliki rekening gendut tersebut justru beberapa diantaranya menduduki jabatan strategi di Polri.
“Memang itu tak ada dalam aturan. Tapi ini diskriminatif, untuk menteri saja ada. Harusnya Jokowi bisa menggunakan data KPK seperti yang pernah dilakukan sebelumnya,” pungkas dia.(lp/sof)