TRANSINDONESIA.CO – Pemimpin sangat menentukan maju tidaknya pendidikan, bermanfaat tidaknya pendidikan membangun karakter SDM maupun bagi kemajuan bangsa, negara.
Tatkala pemimpin enggan atau bahkan anti pati terhadap pendidikan maka, pendidikan hanya formalitas dan mati suri.
Pemimpin yang anti pendidikan adalah, pemimpin karbitan dan pasti produk hutang budi atau produk kolusi maupun nepotisme.
Salah satu persyaratan menjadi pemimpin adalah pendidikan. Tatkala pemimpin saat menjabat tidak lagi mau menggunakan apa yang diajarkan di sekolah maka bisa dipastikan belajarnya hanya mengejar ranking atau mencari nilai dan tak ada transformasi.
Hal itu bisa dianalogikan saat selesai sekolah otaknya ditinggal di sekolah ditukar dengan ijazah atau beranggapan saat menjadi pejabat atau memimpin tidak lagi memerlukan otak.
Pemimpin-pemimpin demikian kerjanya dapat diketahui tidak visioner, hanya temporer dan reaktif bahkan kadang telmi (telat mikir). Tidak ada kemajuan yang signifikan, tidak ada hal yang dibanggakan bahkan, kalau disharingkan akan memalukan karena akan memamerkan ketololan-ketololannya.
Pemimpin dengan kepemimpinan yang transformatif merupakan pemimpin visioner. Makna visioner adalah, mempunyai mimpi yang dilandasi dari pengetahuan akan konsep-konsep dan teori-teori serta produk kreatifitasnya. Pemimpin visioner, mampu menjabarkan yang sulit menjadi mudah, mampu menjembatani, mampu menginspirasi, mampu memberdayakan, mampu untuk mengatasi permasalahan dan mampu melampaui perubahan.
Pemimpin yang transformatif kepemimpinanya akan mampu membawa institusi, bahkan masyarakat dan bangsa yang dipimpinya maju menjadi profesional, cerdas, bermoral dan modern (PCBM).
Bagaimana PCBM kalau anti terhadap pendidikan? Perusahaan-perusahaan besar bahkan negara maju sebagian besar dananya untuk riset dan pendidikan.
Maka tatkala, ada pemimpin yang mengutamakan hal yang praktis maka sebenarnya kebijakannya akan pating prethil (parsial) dan terlambat atau ditinggalkan karena tidak lagi mampu melampaui apa yang dibutuhkan di zaman sekarang, tidak mampu bersaing, tidak mampu menghadapi tantangan global dan jelas tidak akan mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Pendidikan merupakan jendela hati membuka pikiran dan cara berpikir untuk siap mmenghidupi tuntutan, tantangn, hambatan bahkan ancaman di masa kini. Juga mampu, menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Pemimpin yang peduli terhadap pendidikan bukan dalam slogan-slogan omong kosong yang penuh retorika dan pencitraan, melainkan mampu menjadi konseptor, kreator, inventor dan tentu bukan sekedr korektor.
Pemimpin yang mencintai dan bangga akan proses pendidikan merupakan pemimpin yang berhati nurani, merupakan pemimpin yang humnis, visioner dan bukan ABS (asal bapak senang).(CDL-231214)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana