TRANSINDONESIA.CO – Implementasi revolusi mental dalam proses penegakan hukum merupakan perubahan mind set.
Mind set bagi orang-orang bisa menjadi: 1. Terlibat dalam proses pembuatan hukum. 2. Bekerja sebagai penegak hukum dan 3. Bagi warga masyarakat untuk patuh hukum.
Kalau kita berbicara revolusi mental, tentu kita harus berani dan mau mengakui kesalahan-kesalahan yang menjadi kebiasaan kita lakukan.
Siap melaksanakan proses perubahan mind set yang dimulai dari: 1. Political will-nya, 2. Komitmen dan integritas dari para pemimpin di semua lini, 3. Membangun sistem dan infrastruktur secara online untuk mendukung tugas administrasi dan operasional, 5. Membangun karakter SDM, 6. Memodernisasi birokrasi,7. Membangun sistem K3i (komunikasi, koordinasi, komunikasi, komando/pengendalian dan informasi).
Dan bagaimana pula upaya menyiapkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Kesalahan-kesalahan yang lazim kita lihat, dengar bahkan alami adalah:
1.Proses Pembuatan Hukum
Hukum adalah produk politik antara eksekutif dan legislatif yang merupakan kesepakatan untuk melindungi, mengayomi, melayani dan sebagai upaya membangun keteraturan sosial meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pada kenyataanya, pembuatan hukum menjadi rumit berbelit-belit memakan waktu yang lama dan biaya tinggi. Ini semua dikarenakan : a. Banyak kepentingan yang berorientasi pada kekuasaan dan penguasaan, b. Tidak satu visi dan misi antara pemerintah dengan legislatif juga unsur-unsur lainya sehingga sulit menemukan kata sepakat, c. Rasionalisasi dari rancangan undang-undang masih sangat sumir dan tidak disosialisasikan, d. Ada rasa saling tidak percaya, e. Pemaksaan kehendak dengan massa/ demo-demo anarkis, f. Kompetensi para pembuat UU yang tidak semua ekspert di bidangnya, g. Produk hukum yang banayak peluang untuk dijadikan bahan rekayasa hukum.
2.Proses penegakkan hukum :
Penegakkan hukum adalah sebuah proses pembangunan peradaban. Karena penegakkan hukum merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik secara beradab, merupakan bentuk pencegahan, pelayanan perlindungan dan pengayoman, upaya memberikan kepastian dan edukasi yang tujuanya adalah untuk keadilan dan keteraturan sosial.
Sistem-sistem penegakkan hukum yang manual, parsial dan konvensional menyebabkan hukum sangat lemah atau banyak potensi-potensi disalah gunakan atau di main-mainkan sehingga jauh dari asas hukum dan keadilan.
Dari pola-pola yang demikian munculah slogan “Maju tak gentar membela yang bayar”. Hukum bagi yang lemah namun tidak bagi yang kuat. “Hilang ayam lapor Polisi jadi hilang kambing, sampai kejaksaan hilang sapi, sampai pengadilan hilang kandangnya, ini kalau diteruskan hilang nyawanya”.
- Sikap warga masyarakat
Masyarakat kebanyakan memandang hukum untuk dilanggar, bukan untuk dipatuhi. Bangga kalau melanggar bukan bangga kalau patuh.
Wargapun menjadi salahsatu faktor penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penegakan hukum dan permisive atas penyimpangan itu.
Masyarakat yang tidak mau repot sehingga mencari jalan pintas yang sebenarnya merusak sistem-sistem penegakkan hukum yang sebenarnya juga merusak peradaban.
Apa yang harus dilakukan berkaitan dengan revolusi mental dalam penegakkan hukum?
A.Political will: Keputusan politik untuk melakukan revolusi mental dalam penegakkan hukum yang tegas dan jelas dinyataakan dan diberi target untuk mencapainya. Tatkala lambat atau tidak mampu melaksanakan segera dilakukan upaya untuk evaluaasi agar dapat diketahui sebagai kelalaian, kesalahan/kesengajaan.
B.Komitmen dan integritas dari para pemimpinya di semua lini: Komitmen moral bagi para pemimpin di semua lini juga harus ada standar dan target yang akan dicapai, disesuaikan dengan konteksnya. Bagi yang tidak mampu dan tidak mau melakukan harus ditindak tegas sebagai bagian dari shock theraphy.
C.Membangun sistem dan infrastruktur secara o line untuk mendukung tugas-tugas administrasi dan operasional. (CDL-191214)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana