Bagaimana Mengimplentasikan Revolusi Mental Dalam Pemolisian?

         Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Memaknai revolusi mental dalam tataran implementasi adalah tahu cara untuk memperbaiki kesalahan, untuk menyiapkan tuntutan harapan tantangan dan ancaman di masa kini dan tahu bagaimana menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Tahu jalan atau cara merevolusi mental dapat dikategorikan dalam bidang: kepemimpinan, administrsi, operasional dan capacity building menuju Polisi yang profesionl, cerdas, bermoral dan modern (PCBM).

Menuju Polisi yang PCBM dimulai dari kepemiminan revolusi mental (RM) untuk mengimplementasikanya diperlukan adanya niat tulus dari para pemimpinya agar:

  1. Sungguh-sungguh memperbaiki dan berani berkorban untuk kehilangan previlag-vilage2nya
  2. Komitmen moral kepada Tuhan, negara, masyarakat, institusi dan pribadi
  3. Mewujudkan mimpi Polisi di masa depan yang PCBM menjalankan kepemimpinan secara transformatif.

Dibidang administrasi harus dimulai dari mengurai kesalahan-kesalahan masa lalu, tuntutan di masa kini dan menyiapkan masa depan yang lebih baik di bidang SDM, di bidang maanagerial: perencanaan, pengorganisasian, caramelaksanakan, pengawasan dan pengendalian, termasuk dibidang sarana prasarana, dan juga anggaran.

Secara garis besar kesalahan-kesalahan dibidang administrasi:

  1. Sistem yang manual, konvensional, parsial dan temporary yang semuanya bergantung pada keinginan dan kebutuhan kelompok-kelompok tertentu sehingga tidak mampu mewujudkan birokrasi yang adil.
  2. Pendekatan-pendekatan yang personal sehingga menjadikan kedekatan personal akan lebih kental dan kompetensi disingkirkan. Dampaknya penguasaan kelompok-kelompok yang membangun klik (qlicue) dalam birokrasi.
  3. Sistem-sitem patrimonial yang membuat adanya jabatan-jabatan basah dan kering.
  4. Program-program kerja yang datar dan belum mampu untuk menjadi program-program unggulan.
  5. Kinerja yang berbasis anggaran sehigga menjadi permisive terhadap berbagai penyimpangan-penyimpangan.

Dampak-dampak sistem administrasi tersebut menjadi acuan dalam sistem operasional baik yang bersifat rutin khusus maupun kontijensi.

Yang secara garis besar dapat ditunjukan dari kinerja yang:

  1. Tidak profesional (lambat, masa bodoh, tidak ada standar kompetensi, tidak ada standar kinerja, tidak ada standar produk/hasil kerja) semua menganggap PGPS (pinter goblog penghasilan sama).
  2. Orientasinya masih kental dengan WPOP (wani piro oleh piro) membisniskan pelayanan-pelayanan kepolisian untuk kepentingan pribadi/golongan.
  3. Tingkat kesadaran dan tanggung jawab sebagai petugas Polisi kepada publik rendaah yang tercermin dari tingkat disiplin yang rendah dan perilaku-prilaku KKN sangat mendominasi.
  4. Spirit kerja yang rendah petugas-petugas Polisi yang dibagian air mata, bagian tantangan minim tentengan, bagian pendapat yang kurang pendapatan banyak mengeluh, hopeless bahkan seperti hidup enggan mati tak mau.
  5. Sistem-sistem manual, konvensional, parsial, personal yang sifatnya temporary akan menjadi lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai penyimpanganpenyimpangan.

Semua itu akan menimbulkan kekecewaan atau menggerus hati masyarakat yang social costnya mahal bagi Polisi yaitu ketidak percayaan atau citra yang buruk.

Apa harapan masyarakat di masa kini? Warga masyarakat di masa kini memerlukan pelayanan-pelayan kepolisian yang cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses, bagaimana mewujudkanya :

  1. Diperlukan pemimpin yang transformatif
  2. SDM yang berkarakter
  3. Perencanaan yang visioner menuju Polisi yang PCBM
  4. Pengorganisasian yang merupakan jabaran dari tugas-tugas kepolisian yang merupakan bentuk implementsi pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan , dan berbasis penanganan dampak masalah.

E.Sistem pengawasan dan pengendalian, evaluasi dan monitoring perkembangan serta perubahan melalui sistem2-sistem online yang dikendalikan dari back office.

  1. Sistem anggaran berbasis kinerja. Perlu pemikiran untuk memperoleh dana-dana non bugeter melalui PNBP, dan terobosan kreatif lainya (eri dikaitkan untuk erp, etc, eparking, ebanking dan ele)
  2. Dalam operasional mengimplementasikan pola-pola pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan dan berbasis penanganan dampak masalah.
  3. Untuk mengoperasionalkan pemolisian secara profesional perlu adanya SOP yang berisi {job description dan job analysis, standardisasi keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja, sistem reward, punishmen dan etika kerja (do and don’t)}
  4. Membangun terobosan-terobosan kreatif untuk penguatan institusi antara lain: membangun infrastruktur, model-model teknologi kepolisian, membangun soft power, membangun jejaring dan kemitraan, dan ide-ide kreatif lainya.

Point-point tersebut semestinya dibuat, disosialisasikan, diajarkan dan dilatihkan, dimonitor, di evaluasi, dinilai dan dikembangkan sebagai tahapan-tahapan implementasi revolusi mental. Sehingga setiap jabaran tugas mampu mencerminkan sebagai inisiatif anti korupsi, terobosan kreatif dan merupakan reformsi birokrasi.

Adapun untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik adalah membangun e-Policing. elektronik Policing adalah membawa program-program pemolisian secara online sebagai jalan untuk menuju Polisi yang PCBM, mampu memberikan pelayanan prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses).

Dengan harapan mampu mengikis jabatan basah dan kering sehingga orientasi para petugas Polisi tidak lagi pada pangkat atau jabatan namun, berorientasi pada kerja dan gaji.

Dengn demikian tidak berlaku lagi istilah PGPS, tidak ada lagi klik-klik dan pendekatan-pendekatan personal karena semua berbasis kompetensi. Maka dalam birokrasi yang adil akan menghasilkan petugas-petugas Polisi yang PCBM sebagai pejabat publik yang adil dan dipercaya.(CDL-171214)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share