TRANSINDONESIA.CO – Gencarnya pembangunan di berbagai sektor prioritas, seperti pangan, energi, maritim, dan industri harus dibarengi dengan upaya pemerataan agar tingkat ketimpangan ekonomi tidak semakin tinggi, kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Andrinof A. Chaniago.
Andrinof dalam pembukaan Musrenbang Regional Kalimantan di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (16/12/2014), mengatakan, dengan pertimbangan untuk pemerataan tersebut, pemerintah menyusun sasaran prioritas pembangunan berdasarkan kewilayahan, dan dampak sosial, selain prioritas berdasarkan sektoral.
“Secara kewilayahan kita memiliki sasaran untuk membangun desa, kawasan perbatasan, dan Indonesia Timur,” kata dia.
Kalimantan Utara, lokasi Musrenbang Regional terkahir pada 2014, merupakan provinsi termuda, dan juga kawasan perbatasan dengan negara tetangga Malaysia.
Menurut data Bappenas, tingkat ketimpangan pendapatan (gini ratio) di Pulau Kalimantan hingga 2013 masih mencatatkan tingkat ketimpangan yang cukup tinggi. Misalnya, di Kalimantan Barat, tingkat ketimpangan tercatat 0,40 persen. Adapun, tingkat ketimpangan nasional adalah 0,43 persen.
Sedangkan, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, Pulau Kalimantan hanya 8,7 persen pada 2013, di bawah Sumatera 23 persen, dan Jawa 55 persen.
Andrinof mengatakan, dalam kerangka pemerataan pembangunan itu, arah pembangunan perdesaan akan diarahkan dengan penanggulangan kemisinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa.
Hal tersebut disertai dengan pembangunan kapasitas Sumber Daya Manusia, penguatan pemerintahan, sehingga dapat mengembangkan ekonomi kawasan perdesaan.
Namun, pengembangan ekonomi desa itu, ujar Andrinof, tetap disertai dengan pengelolaan alam dan lingkungan yang berkelanjutan.
“Kemudian, pemenuhan standar pelayanan monimum sesuai dengan kondisi geografis desa,” tutur dia.
Sedangkan, pengembangan kawasan perbatasan, kata Andrinof akan ditekankan dengan kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penguatan batas negara.
“Untuk daerah tertinggal, arah kebijakan adalah pengembangan perekonomian masyarakat lokal, peningkatan aksesbilitas daerah, dan pembangunan ‘Technopark’,” ucapnya.
Arah kebijakan pemerintah juga akan mengerucut pada pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.
Bebeberapa caranya, kata Andrinof, adalah percepatan industrialisasi dan hilirisasi pengolahan barang bernilai tambah, teruatama sektor manufaktur, pangan, maritim, dan parawisara.
Kemudian, cara itu akan dilengkapi dengan percepatan pembangunan konektivitas dan infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia.
Andrinof mengatakan hadirnya pertumbuhan ekonomi di luar Jawa juga akan didorong dengan pemangkasan izin usaha serta investasi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta pemberian insentif bagi investor baik fiskal, dan juga non-fiskal.
Dari data Bappenas, pemerintah menargetkan jumlah desa tertinggal yang sekarang mencapai 36.531 ribu desa, dapat menyusut setidaknya menjadi sekitar 31 ribu desa tertinggal dalam lima tahun ke depan, atau pada 2019.
Kemudian, pengembangan pusat ekonomi perbatasan, dari yang sekarang hanya di tiga kawasan, akan digencarkan di 10 kawasan, dengan 187 lokasi prioritas di kawasan tersebut.
Kemudian, pemerintah juga menginginkan jumlah daerah tertinggal menyusut dari 113 daerah pada 2014 menjadi hanya 22 di 2019, dan secara bertahap tidak ada lagi derah tertinggal.(ant/tan)