TRANSINDONESIA.CO – Keika belajar matematika di tingkat SD diajarkan perkalian untuk dihafal, 3×3 berapa hasilnya? anak2 SD kls 2 atau 3 pun kian cepat menjawab 9.
Mengapa kalian menjawab 9 ? Mereka sejenak berdiam dan mengatkan ibu guru mengajarkanya demikian. Kami disuruhnya menghafal.
Dalam pelajaran matematika ditunjukan ada soal, bagaimana jalannya/prossesnya dan ada hasilnya.
Tatkala hanya hafal, tentu jalanny tidak ketemu. 3×3 dapat ditunjukan jalannya dengan menggambar 3 kantong dan masing-masing kantong diisi 3 buah mangga maka, 3 kantong yang berisi mangga ketika dihitung kita mendapatkan ada 9 mangga.
Aanalogi sederhana tadi menunjukan jalan atau cara memperoleh hsilnya.
Kita bandingkan dengan bangsa kita yang tujuanya menjadi bangsa yang hebat, kuat, sejahtera, adil dan makmur.
Tetap jalannya atau cara mencapainya hampir tidak pernah terpikirkn bahkan jalanya keliru , acap kali tidak ketemu.
Maka dalam revolusi mental yang sekarang didengung-dengungkan disemua lini adalah menemukan jalan untuk mencapai kejayaan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang hebat, kuat, raakyatnya sejahtera, adil dan makmur.
Disinilah, kata kuncinya bagaimana masing-masing pemangku kepentingn sebagai anak bangsa sadar dan bertanggung jawab untuk menemukan jalan yang benar dan adil.
Mengapa kebenaran dan keadilan menjadi pilar/ kompas bagi penemuan/ pencarian jalan menuju cita-cita bangsa kita?
Kebenaran ini akan bermakna, tidak ada penghianatan/ pembusukan/penipuan dalam prosesnya.
Sedangkan keadilan adalah bagaimana negara memberikan jaminan legitimasi dalam konteks keadilan sosial di mana seluruh warga negara mempunyai hak dan kesepakatan yang sama dalam berbagai pelayanan baik untuk bidang politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan, keselamatan dan lainnya.
Bagi Polisi dalam menjabarkan revolusi mental untuk mencaapai tujuan nasional tersebut adalah melalui pemolisian.
Pemolisian merupakan segala usaha dan upaya yang dilakukan oleh kepolisian secara mandiri/bersama dengan pemangku kepentingan lainnya pada tingkat manajemen maupun operasionl dengan upaya paksa atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keamann dan rasa aman.
Dalam konteks ini, pemolisian semestinya berisi model-model upaya-uapaya yang dilakukan pada model wilayah, model kepentingan maupun model penanganaan dampak masalah. Yang dilakukan untuk menangani pra, saat mupun pasca kejadian ( preemtif, preventif, represif dan rehabilitasi dengan penyesuaian pada konteks pra , saat dan pasca).
Secara umum, model yang dikembangkan dewasa ini dalam negra-negara yang modern dan demokratis adalah community policing.
Community policing dapat dipahanmi sebagai model pemolisian pada tingkat komuiniti yang ditunjukan dalam polanya ada:
- Kesejajaran antara Polisi dengan masyarakat yang bisa bersama sama mencari akar masalah yang berkaitan dengan gangguan keamanan dan menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Jalan/cara membangun kesejaran antara Polisi dengan masyarakat adalah adanya wadah kemitraan yang bisa berupa forum, dewan/asosiasi.
- Polisi senantiasa berupaya memahami kebutuhan keamanan dan rasa aman warga yang dilayaninya. Jalan/caranya dengan membangun sistem networking (jejaring) dengan sistem K3i (komuniksi, koordinsi, komando pengendalian dan informasi) yang dipusatkan pada back office untuk dapat mengimplementsikan quick respon time.
- Polisi sebagai pelindung, pengayom, dan penegkan hukum. Jalan/caranya dengan mengelaborasi sistem-sistem pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan dan berbasis penangann dampak masalah dalam satu sistem untuk mewujudkan supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungn HAM, pembangunan budaya tertib hukum, pemberdayaan potensi-potensi masyarakat, menyelesaikan berbagai masalah dalam keteraturan sosial.
Yang dilaksnakan secara cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatif dan mudah diakses. Jalannya adalah dengan membangun sistem-sistem online. (CDL-PC7.171214)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana