Amnesti Internasional Khawatir Nasib Pengungsi Suriah

Para pengungsi etnis Kurdi-Suriah yang meninggalkan kota Kobani, tinggal di kamp pengungsi di Suruc, Turki.(ap)
Para pengungsi etnis Kurdi-Suriah yang meninggalkan kota Kobani, tinggal di kamp pengungsi di Suruc, Turki.(ap)

TRANSINDONESIA.CO – Kelompok HAM Amnesti Internasional mengatakan, kegagalan masyarakat dunia untuk mengatasi peningkatan jumlah pengungsi Suriah ke Turki telah memicu krisis besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam laporan yang dikeluarkan hari Kamis (20/11/2014) di London, Amnesti Internasional mengatakan para pengungsi menghadapi pengusiran dan tembakan peluru tajam di perbatasan, sementara ratusan ribu lainnya hidup dalam kemiskinan.

Turki telah menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi Suriah – atau separuh dari jumlah warga Suriah yang melarikan diri dari negara mereka yang dikoyak perang sejak tahun 2011. Turki mengatakan telah menghabiskan empat miliar dolar untuk membantu para pengungsi dan Amnesti Internasional memuji Turki karena telah begitu banyak membantu dalam krisis ini. Tetapi kelompok HAM itu mengatakan para pengungsi kini menghadapi resiko HAM yang serius.

Anna Shea dari Amnesti Internasional mengatakan masalah utamanya adalah kurangnya jumlah pintu pos perbatasan yang memungkinkan bisa dimasuki para pengungsi Suriah menuju masuk ke Turki.

“Hanya ada dua pintu pos perbatasan yang beroperasi dan dibuka secara penuh di perbatasan Suriah-Turki sepanjang 900 kilometer itu. Jadi orang harus melakukan perjalanan di wilayah-wilayah berbahaya dan orang-orang yang paling rentan mungkin tidak bisa meninggalkan Suriah,” kata Anna.

Amnesti Internasional melaporkan banyak warga Suriah yang menjauhi pintu-pintu pos-pos perbatasan itu jika mereka tidak membawa paspor. Bahkan banyak warga Turki SYRIA yang berupaya menyeberang lewat di pintu-pintu perbatasan yang tidak dijaga dengan baik, ilegal, meskipun harus menggunakan jasa calo dan menghadapi perlakuan kasar para penjaga pintu perbatasan Turki.

Amnesti Internasional mengatakan sedikitnya 17 orang tewas ketika para penjaga pintu perbatasan menggunakan peluru tajam di pintu-pintu perbatasan ilegal antara Desember 2013 dan Agustus 2014.

Kelompok HAM itu menambahkan banyak pengungsi yang telah dipukuli dan diusir kembali ke Suriah.

Ana Oprisan – pakar pengembangan dari pada School of Oriental & African Studies di London – mengatakan mereka yang berhasil masuk ke Turki kini hidup dalam kondisi menyedihkan.

Hanya 220 ribu pengungsi yang tinggal di kamp-kamp dengan fasilitas lengkap, sisanya – 1,3 juta pengungsi – harus berjuang sendiri.

Oprisan mengatakan telah melihat satu keluarga tinggal di tenda yang dibangun di atap gedung dan anak-anak berlarian tanpa alas kaki pada musim dingin yang beku ini.

“Musim dingin sudah tiba. Di beberapa daerah di Turki bahkan sudah bersalju. Jadi tinggal di tenda bukanlah kondisi yang layak untuk bertahan hidup. Tetapi sebenarnya bukan hanya saat pada musim dingin. Faktanya tidak ada kebutuhan dasar yang tersedia – tidak ada makanan, tidak ada layanan apapun yang berfungsi,” ujar Oprisan.

Amnesti Internasional mengatakan masyarakat internasional harus melakukan lebih banyak hal untuk membantu MEMPERBAIKI situasi tersebut.

Menurut Turki hanya 15% pengungsi yang tinggal diluar kamp-kamp resmi yang menerima mendapat bantuan dari badan dan organisasi kemanusiaan.

PBB hanya mengalokasikan kurang dari 500 juta dolar bagi Turki dalam permohonan rencana pendanaan kawasan bagi untuk membantu Suriah tahun 2014. Menurut Amnesti Internasional, hingga Oktober 2014 hanya 28% dari jumlah itu yang telah dijanjikan oleh donor internasional.(voa/fen)

Share