
TRANSINDONESIA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rekonstruksi kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 Kementerian Kehutanan. Rekonstruksi dilakukan di rumah yang beralamat di kompleks perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2, RT 05/RW 11, Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2014).
“Iya, di Cibubur. Dilakukan di rumah tempat uang diberikan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, kepada pers di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Dalam rekonstruksi itu, kata Priharsa, KPK juga turut membawa dua orang tersangka dalam perkara ini. Yakni, Gubernur Riau non-aktif, Annas Maamun dan pengusaha, Gulat Manurung.
Annas sudah tiba di Gedung KPK pada sekitar pukul 08.00 WIB dengan mobil tahanan. “Saya mau rekonstruksi,” ujar Annas.
Annas kemudian kembali dibawa petugas KPK masuk ke dalam mobil tahanan. Selain Annas, Gulat Manurung juga masuk ke dalam mobil tahanan yang sama.
Di belakang mobil tahanan, terlihat ada tiga mobil tim KPK yang juga dikawal oleh petugas kepolisian. Rombongan meninggalkan Gedung KPK pukul 09.30 WIB.
Sekedar informasi, kasus ini bermula dari penangkapan KPK terhadap Annas Maamun dan sejumlah orang dalam sebuah operasi tangkap tangan di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Selanjutnya, KPK menetapkan Annas Maamun dan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo Provinsi Riau Gulat Manurung sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait suap alih fungsi lahan hutan.
Annas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Gulat Manurung, yang berposisi sebagai pemberi suap, disangka Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(dan/min)