Banjir Sumut Hantam 444,5 Ha Tanaman Pangan Puso

Panen.(dok)
Panen.(dok)

TRANSINDONESIA.CO – Tingginya intensitas curah hujan yang terjadi dibeberapa daerah di Sumatera Utara (Sumut) hingga September tahun 2014 ini, telah berdampak buruk pada sektor pertanian.

Dari data keadaan dampak perubahan iklim (banjir) pada tanaman pangan tahun 2014, yang diperoleh dari UPT Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (PTPH) Sumut, tepatnya hingga pertengahan bulan September tahun ini, sebanyak 445,5 hektare dari 4 komoditas tanaman pangan di Sumut mengalami puso akibat banjir.

Pokja Pangan PTPH Sumut, Bukhari menjabarkan, keempat komoditas pangan yang mengalami puso tersebut yaitu, padi sebesar 321 hektare, jagung sebesar 64,5 hektare, kedelai sebesar 54 hektare, serta kacang tanah sebesar 5 hektare. Kondisi itu, pada padi terjadi di bulan Januari sebesar 24,5 hektare, Februari 20 hektare, April 0,5 hektare, Mei 272 hektare, dan September 4 hektare.”Untuk jagung, di bulan Januari puso terjadi sebesar 64 hektare, dan di bulan Mei 0,5 hektare,” ujarnya, Rabu (8/10/2014).

Ia menjelaskan, untuk kedelai puso hanya terjadi di bulan September saja yaitu sebesar 54 hektare. Sedangkan untuk kacang tanah, puso justru hanya terjadi pada bulan Januari saja yakni sebesar 5 hektare.

“Penyebabnya hujan yang terlalu berlebihan, sehingga menyebabkan debit air semakin tinggi. Selain itu, di Sumut ini juga ada hujan kadarian yaitu hujan per 10 hari secara terus menerus, dan intensitasnya juga tinggi terjadi,” jelasnya.

Dikatakannya, untuk Kabupaten Tapanuli Selatan yang paling besar mengalami puso, jumlahnya bahkan mencapai sebesar 190,5 hektare. Untuk jagung, terjadi di Kabupaten Batubara, yaitu sebesar 60 hektare, sedangkan kedelai, terjadi di Kabupaten Asahan sebesar 54 hektare, dan kacang tanah juga di Tapanuli Selatan sebesar 5 hektare.

“Banjir tersebut terjadi dikarenakan kerusakan sejumlah tanggul-tanggul serta saluran irigasi bagi pertanian. Kemudian dikarenakan sebagai dampak dari adanya perusahaan perkebunan yang lokasinya berbatasan langsung dengan areal pertanian yang ada. Bantuan dari Dinas Pertanian dengan pompanisasi untuk menyedot air pun tidak maksimal. Karena debit air yang ada terlalu tinggi,” ucapnya.

Bukhari berharap, petani harus dapat menyesuaikan pola tanam yang ada. Dengan mengikuti rekomendasi dari BMKG atas anomali iklim yang terjadi berupa kalender tanam. Selain itu, adanya petugas di desa yang mengontrol dan membersihkan irigasi juga penting.

“Disamping puso, keempat komoditas tersebut juga terdata dalam status terkena. Jumlahnya bahkan mencapai 856 hektare, dengan rincian padi sebesar 647 hektare, jagung 84 hektare, kedelai 100 hektare, dan kacang tanah sebesar 25 hektare,” tuturnya.(don/sur)

Share