TRANSINDONESIA.CO – Membangun dan mengimplmentsikan model pemolisian merupakan bagian yang sangat kritikal bagi insttusi kepolisian untuk terus dinamis hidup tumbuh dan berkembaang, mewujudkan dan memeihara keamanan dan rasa aman warga masyarakat yamg dilayaninya.
Masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat semakin hari semakin kompleks dan terus meningkat kualitas maupun kuantitasnya.
Polisi dituntut untuk mampu mencegah, menangani bahkan merehabilitasi kerusakan keteraturan sosial. Model pemolisian yang dapat dibangun di era digital ini adalah dengan electronic Policing yang merupakan sistem/tools untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tuga baik untuk kepemmpinan, adminstrasi dan operasional.
Implementasi e- Policing dapat disesuaikan pada model Pemolisianya. Model-model e-Polcing bisa dikategorikan berdasar wilayah, berbasis kepentingan atau yang berbasis dampak malasalah yang implementasinya dibagi dalam 4 kategori yakni, kepemimpinan, admnistrsi, operasional dan capcty building.
Walaupun bervariasi namun prinsipnya adalah sama yaitu membangun sisem-sistem online yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai sistem yang ada masukan, proses dan keluaranya.
Model E Policing berbasis wilayah:
Dalam tugas kepolisian pada pemolisian yang berbasis wilayah dapat dibangun sistem K3I (komunikasi, komando pengendalian, koordinasi dan informas) yang dapat diaksanakan secara cepat dan real time sehingga dapat memberikan sistem-sistem pelayanan kepada publik secara cepat dan sistem jejaring berbasis wilayah, ini bisa dibangun hingga tingkat komunti (RT). Tentu untuk menjadikan komando dan pengendalian yang cepat dapat dijembatani dari back office yang ada pada tingkat Mabes, Polda maupun Polres.
Pemolisian yang berbasis kepentingan tidak dibatsi wilayah, namun dipersatukan oleh kepentingan-kepentigan bersama.
Kepentngan-kepentingan tersebut bisa yang berkaitan dengan pekerjaan/profesi, hobby, kegiatan, kelompok-kelompok kemsyarakatan.
Mode ini dimplementasikn secara variasi oleh fungsi-fungsi kepolisiian yang ada pada pemolisian berbasis wilayah (dari Mabes sampai Polsek) sesuai dengan kategori kepentinganya (internsionl, regionl, nasional, maupun tingkat lokal).
Melalui keunggulan-keunggulan tersebut diatas yang diharmonisasikan oleh petugas-petugas di back office maka, walaupun pemolisiannya pada tingkal lokal sekalipun namun damaknya dapat menjadi global karena ada sistem-sisten dasar dan pendukungnya yang saling terkait.
Dalam model pemolisian berbasis wilayah, ada kepentngan-kepentingan yang dilayani melalui fungsifungsi kepolisian sesuai dengan kepenngan dan kebutuhan keamanan dan rasa aman warga masyarakat yang ditangani secara preemtif, preventif maupun represif.
Dari ke 3 cara tersebut masih dijabarkan lagi pada bagian/fungsi yang dalam implementasinya dapat dijabarkan pada tingkat manajemen maupun operasional.
Kinerjanya didasari dengan SOP (standart operation procedure), kinerja dari fungsi dua tersebut dapat diatur, diukur dan dikendalikan melalui sistem manajemen kinerja (SMK baik secara manual/online).
Untuk melihat, menilai, mengukur kinerja dari kepemimpinan, administrasi, operasional maupun capacty buildingnya.
Pemolisin yang berbasis dampak masalah adalah model pemolisian yang dibangun terpadu antar fungsi kepolisian dengan para pemangku kepentngan lainnya dalam menangani dampak-dampak masalah dari ideologi, politk, sosial budaya, ekonomi, keamanan, keselamatan dan sebagainya.
Penanganan dampak masalah ini sebenarnya bukan tugas pokok kepolisian namun, ketika menjadi konflik dampaknya dapat menjadi konflik yang mengganggu, menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas.
Tentu saja akan menjadi tugas kepolisian tatkala menjadi gangguan terhadap keteraturan sosial.
Pola pemolisiannya akan juga berkaitn dengan yang berbasis wilayah mupun yang berbsis kepentingan, nmun polanya berbeda karena penangannya dengan pola khusus atau yang tidak bersifat rutin wlaupun dapat memanfaatkan sistem-sistem back office.
Pola penanganan terhadap dampak msalah ini ditangani dengan membentuk satuan tugas (satgas) yang juga bervariasi sesuai dengan konteks dampak masalah dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamann dan keselamatan, yang disnergikan dalam suatu wadah kemitraan (forum. asosiasi, dewan dan lainnya).
Yang dapat diharmonisasikan melalui back offiice sebagai back bone dan sebagai otak dari segala penyeenggaraan tugas dilapangan.
Back office merupakan, (1). Pusat data, (2). Call dan command centre, (3). Pemantau layar CCTV, TV, (4). Network, (5). Public service onlline, (6). Analisa, (7). Produk, yang kesemunya berfungsi sebagai pusat K3I.
Back office diawakili oleh orang-orang yang smart, mampu menggerakan semua fungsi/bagian secara cepat,tepat, akuntabel, informatif dan mudah diakses.
Back office dapat dianaogikan sebagai dirigen pengharmoni antar bidang: (1). Pengawasan/kontrol, (2). Montoring, (3). Quckrespon time, (4). Evaluasi, (5). Tim pedukuung dalam administrasi maupun oprasional.
Dalam back office ini dapat dibangun model-model penanganan masalah baik sifatnya rutin, khusus bahkan kontijensi.
Dengan demikian pada masa-masa kritis back office mampu berfungsi sebagai crisis centre karena back office didukung pusat data dan pusat monitor dan pengendalian.(CDL-Lembang12/0914)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana