TRANSINDONESIA.CO – Lebih dari 180.000 orang tewas di Suriah sejak kemelut pecah pada Maret 2011, kata Pengamat Hak Asasi Manusia Suriah tentang jumlah baru korban perang itu, yang diterbitkan Kamis (21/8/2014).
Kelompok pemantau berpusat di Inggris itu, yang bergantung pada jaringan sumber di lapangan, menyatakan mencatat kematian 180.215 orang.
Di antara mereka adalah 58.805 warga, termasuk 9.428 anak-anak dan 6.036 wanita.
Kelompok itu menyatakan 49.699 anggota lawan bersenjata tewas, di antara mereka adalah pejuang dari kelompok jihad, seperti, Kubu Al-Nusra dan Negara Islam, yang terkait Alqaida. Kelompok itu tidak merinci.
Korban terkini itu mencakup 66.365 pasukan pemerintah, yakni 40.438 tentara dan 25.927 milisi pendukung pemerintah.
Pengamat itu juga mencatat kematian 561 anggota Gerakan Hizbullah Libanon, yang berjuang bersama pemerintah, dan 1.854 pejuang lain bukan orang Suriah pendukung pemerintah.
Jumlah itu juga mencakup 2.931 orang tak dikenal, yang kematiannya dipastikan pengamat tersebut tanpa jatidiri mereka dapat dicatat.
Kemelut di Suriah meletus pada Maret 2011, dengan unjukrasa damai menentang pemerintah, yang ditanggapi pihak berwenang dengan kekuatan.
Perang itu juga menelantarkan hampir setengah dari jumlah penduduk negara tersebut.
Amerika Serikat belum lama ini gagal menyelamatkan sejumlah sandera asal negara adidaya itu, termasuk wartawan terbunuh, James Foley, yang ditawan Negara Islam (IS).
Gerakan itu melibatkan anasir darat dan udara serta dipusatkan pada jaringan khusus penyandera di dalam IS, kata Sekretaris Pers Pentagon John Kirby pada Rabu. Namun, tugas rahasia pada musim panas tahun ini di Suriah tersebut gagal, karena sandera tak ada di tempat sasaran, kata pejabat itu.
Berita itu beredar sehari setelah rekaman video siaran IS pada Selasa memperlihatkan pemenggalan wartawan Amerika Serikat James Foley oleh kelompok garis keras tersebut.
“Kami menempatkan satuan terbaik tentara Amerika Serikat dengan cara berbahaya dalam upaya membawa pulang warga negara kami,” kata pejabat itu, sebagaimana dikutip kantor berita Tiongkok Xinhua.(afp/xin/fen)