TRANSINDONESIA.CO – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau temui aktivis Progres ’98 yang kembali mendatangi Gedung KPK (KPK), Senin (4/7/2014) sore, guna mempertanyakan dugaan korupsi yang disinyalir melibatkan Joko Widodo (Jokowi) dan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI-Perjuangan.
“Mendesak komisioner KPK untuk bersikap terbuka dan transparan guna menjelaskan pada publik tentang sejauh mana kasus-kasus dimaksud tidak diselesikan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki KPK,” kata Ketua Progres ’98 Faisal Assegaf di Gedung KPK, Senin (4/7/2014).
Faisal mendatangi kantor KPK bersma kuasa hukumnya Eggi Sudjana serta beberapa orang laiinya. Kemudian mereka menuju ruangan pengaduan masyarakat untuk mengkonfirmasi laporan yang pernah diberikan pada pihak KPK beberapa waktu lalu yakni, (1) kasus tiga rekening gratifikasi Jokowi. (2) kasus dugaan korupsi 12,4 APBD Solo saat Jokowi selaku Wali Kota. (3) kasus Bus Trans Jakarta Jokowi senilai Rp1,5 triliun. (4) kasus rekening Jokowi di luar negeri senilai USD 8 juta. Kasus Megewati dalam skandal Release and Discharge BLBI BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia).
Juru Bica KPK Johan Budi ikut menemui kedatangan Progres ’98. Namun, awalnya merka tidak mau ditemui dengan Johan. Melainkan ingin ketemu langsung dengan pimpinan KPK guna mengkonfirmasi mengenai laporan mereka.
Johan menerangkan bahwa pimpinan memerintahkan dirinya untuk menemui Progres ’98. Awalnya mereka tidak menerima penjelasan Johan. Adu mulu antara Johan dan Faisal pun tak terelakan. Faizal dan kawan-kawan menuding KPK hanya mengancam demonstran, dan menyebut KPK melindungi Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo.
“Apa kalian takut pada Megawati dan Jokowi. Kami selaku warga nega punya hak untuk mempertanyakan hal ini. Kami tidak suka diancam,” teriak Faisal kesal.
“Saya hanya diperintahkan pimpinan untuk menemui. Katanya ada pengaduan yang ingin bertemu pimpinan. Saya diperintahkan untuk menemui kalian. Kami tidak pernah mengancam siapapun,” timpal Johan.
Selang beberapa waktu kemudian, akhirnya perselisihan itu bisa diredam. Pihak KPK memberikan ruangan yang biasanya digunakan sebagai tempat jumpa pers untuk berdiskusi mengenai apa yang tengah dipermasalahkan oleh Progres ’98.
Setelah masuk ke ruangan tersebut, dialog pun berjalan dengan kondusif. Dialog tersebut diawali oleh Johan. Ia menerangkan bahwa kehadirannya menemui Progres ’98 adalah atas perintah pimpinan.
Mendengar penjelasan Johan, Eggi Sudjana menerima dengan baik. Namun, dia meminta dengan hormat ada pihak komisioner KPK turun menemui dirinya. “Kami minta salah satu komisioner turun kesini,” kata Eggi.
Mendapat permintaan tersebut, Johan pun mengadukan hal tersebut pada komisioner. Sayangnya jawaban yang sama didapatkan pihak Progres ’98 bahwa komisioner KPK tidak berkenan menemui mereka.
“Diatas ada dua pimpinan. Tetap saya yang diperintah. Saya hanya menjalankan perintah, saya kembalikan ke bang Egi,”kata Johan.
Lantaran komisioner KPK tidak menemui dirinya, Eggi menyebut pihaknya sudah tidak memiliki penghormatan lagi untuk pimpinan KPK. Sebab, jabatan yang tengah dijalankan adalah amanat dari rakyat. Namun menemui rakyatnya saja enggan.
“Saya tidak lagi menghormati komisioner, karena komisioner tidak mau menemuikami. Kalian (KPK) dapat gaji dari kami padahal kalian digaji oleh rakyat,” beber Eggi.(ini/fer)