Joko Widodo dan Jusuf Kalla.(dok)
TRANSINDONESIA.CO – Presiden terpilih Joko Widodo dan wakil presiden terpilih Mohammad Jusuf Kalla kini harus bersiap untuk menerima para politisi, intelektual serta akademisi yang membayangkan diri mereka berpeluang untuk masuk ke dalam kabinet masa bakti 2014-2019.
Mantan wali kota yang kemudian menjadi gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Jokowi pada Pilpres 9 Juli 2014 berhasil menang dan siap dilantik pada 20 Oktober bersama calon wakil presiden terpilih Jusuf Kalla bila keputusan MK tetap memenangkan pasangan tersebut, yang juga pernah menjadi wakil presiden pada kurun waktu 2004-2009 untuk mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pasangan baru pemimpin negara ini harus segera bersiap-siap memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena mereka harus mampu melaksanakan janji-janji mereka kepada seluruh rakyat di bidang ekonomi, kesejahteraan sosial, politik dan pertahanan keamanan.
Karena mereka mulai bertugas secara resmi mulai 20 Oktober mendatang, maka dalam waktu hampir tiga bulan mendatang ini, Jokowi-JK sudah harus menyiapkan para pembantunya terutama yang akan duduk dalam kabinet, yang belum diketahui nama resminya.
Karena itu, sebelum pelantikan mereka tentu sudah harus “mengantongi” nama-nama calon menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian. Apa sih syarat para pembantu Jokowi-JK itu? “Tentu saja ‘leadership’-nya kuat. Terus punya kompetensi baik secara manajerial dan ‘ngerti’ manajemen pemerintahan yang bersih dan mau melayani,” kata sang presiden terpilih Jokowi di Jakarta, Kamis (24/7/2914).
Karena belum menentukan nama-nama para menteri itu, maka Jokowi belum mau menyebutkan orang-orang dari kalangan akademisi, intelektual dan politisi yang berpeluang besar menjadi staf intinya.
“Kami baru bicara persiapan, kriteria, bicara yang menempati siapa. Ini koalisinya’ gendut atau ramping’. Pokoknya ada profesional, akademisi dan politisi,” kata Jokowi yang sebelum memimpin Solo pernah terjun ke dunia bisnis. Untuk memperlancar proses penyusunan kabinetnya, kemudian minta masyarakat untuk tidak ragu-ragu memberikan masukan sehingga akhirnya bisa diperoleh nama-nama yang terbaik di bidangnya masing-masing.
Karena tim sukses Jokowi-JK, yang berasal dari beberapa partai mulai dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, hingga Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dan Nasional Demokrat, akan mengutamakan politisi-politisi dari partai-partai pendukungnya. Mungkin yang bisa menjadi persoalan adalah bagaimana memilih atau menyeleksi para intelektual dan akademisi yang begitu banyak bertebaran di seluruh Tanah Air.
Apa sih pentingnya memilih dan menyeleksi para bakal calon menteri itu? Masyarakat tentu bisa melihat bahwa dalam Kabinet Indonesia Bersatu yang kedua yang masih harus menyelesaikan tugasnya hingga Oktober 2014, telah terjadi beberapa menteri yang harus diberhentikan atau “minta berhenti” seperti mantan menteri pemuda dan olah raga Andi Alifian Mallarangeng, mantan menteri agama Suryadharma Ali serta mantan menteri perdagangan Gita Wirjawan.
Andi Mallarrangeng terpaksa mundur karena diduga terlibat dalam kasus pembangunan pusat olah raga di Hambalang, Bogor. Kemudian Suryadharma Ali diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana haji yang nilainya triliunan rupaih, serta mengajak sejumlah orang untuk ikut naik haji padahal mereka sebenarnya tidak berhak. Sementara itu, Gita Wirjawan diduga terlibat dalam impor sapi.
Sementara itu, ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terpaksa mundur karena diduga terlibat menerima upeti atau gratifikasi bernilai miliaran rupiah dari sejumlah tokoh yang mengajukan kasusnya ke MK. Kemudian nama Kabinet Indonesia Bersatu juga dikotori oleh gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Chosiyah dalam dugaan kasus korupsi yang nilainya membuat orang-orang terbelalak matanya karena nilainya juga bernilai miliaran rupiah.
Nama jajaran pemerintah juga dikotori oleh ditangkapnya mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Kepolisian Negara Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, beberapa wali kota dan bupati hingga anggota DPR dan DPRD.
Karena itu, tentu tidak heran jika Jokowi dan juga Jusuf Kalla harus ekstra hati-hati untuk memilih calon-calon menteri mereka sehingga kabinet mereka tidak ternoda namanya oleh tindakan melawan hukum terutama korupsi.
Usul rakyat Sebuah surat kabar nasional yang terbit di Jakarta baru-baru ini membuat berita tentang “bursa” kabinet alternatif pilihan rakyat. Dari nama-nama bakal calon menteri itu, sebagian ada yang sedang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.
Kemudian ada juga tokoh yang termasuk ke dalam tim sukses dan tim pemenang Jokowi-JK hingga sejumlah nama yang relatif “belum populeruntuk posisi menteri koordinator politik, hukum dan keamanan tercantum nama Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman. Kemudian untuk jabatan menteri pertahanan, tercantum nama mantan KSAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, mantan sekretaris militer kepresidenan Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Tubagus Hasanuddin serta Andi Wijajanto.
Kemudian misalnya nama anak mantan presiden Bacharudin Jusuf Habibie yaitu Ilham Akbar Habibie menjadi mnteri perhubungan. Selain itu, Puan Maharani yang merupakan anak ketiga Ketua Umum DPP.PDIP Megawati Sokarnoputri yang disebut-sebut bakal menjadi menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Karena nama-nama tersebut dikatakan sebagai usul dari rakyat dan keputusan ada di tangan Jokowi dan Jusuf Kalla maka masyarakat tentu bisa bersikap mendukung, menentang atau menolak ataupun abstain.
Nama bakal calon menteri-menteri itu jika dilihat dari kriteria yang disebutkan Jokowi sendiri telah berasal dari kelompok akademisi, intelektual dan politisi. Sekarang dengan munculnya nama puluhan tokoh yang berpeluang mendampingi Jokowi-Jusuf Kalla ditambah lagi dengan mungkin masih bakal munculnya lagi puluhan atau bahkan mungkin ratusan nama lainnya maka tentu presiden dan wakil presiden terpilih akan lebih mudah menetapkan dan memilih para pembantu mereka.
Bisa diperkirakan atau diduga bahwa calon menko polhukam dan menhan terpilih nantinya tidak akan banyak berbeda jauh dari yang sekarang disebut-sebut karena mereka sekarang ini sudah tampil di bidang politik, hukum dan keamanan.
Sementara itu, posisi menteri/sekretaris negara yang merupakan salah satu menteri terpenting karena sehari-hari akan terus berdekatan dengan presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla disebut-sebut bakal ditempati kader PDIP seperti Pramono Anung yang kini menjadi Wakil Ketua DPR serta Maruarar Sirait.
Jika nama-nama bakal calon menteri sudah mulai tampil atau “sengaja” ditampilkan agar masyarakat tidak kaget apabila mereka benar-benar terpilih, maka pertanyaan yang bisa timbul dalam masyarakat adalah karena mereka umumnya sudah dikenal sebagai akademisi, ilmuwan dan politisi yang baik dan tidak dikaitkan dengan kasus korupsi, maka bagaimana presiden dan wakil presiden terpilih itu mampu memberikan jaminan kepada rakyat bahwa mereka itu adalah benar-benar merupakan warga negara yang terbaik pada saat ini untuk menjadi menteri.
Pertanyaan ini rasanya sama sekali tidak berlebihan jika melihat kasus Suryadharma Ali yang juga masih menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan alias PPP. Gara-gara dugaan penyalahgunaan dana haji itu, maka istri dan beberapa anak SDA sudah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Walaupun menteri agama, ternyata SDA bisa juga”tergelincir”.
Patut juga jika Jokowi-Jusuf Kalla merenungkan komentar atau pendapat dua pakar politik Andrinof Chaniago dan Ikrar Nusa Bakti bahwa jika ada tokoh akademisi, intelektual dan politisi yang menunjukkan ambisinya secara berlebihan maka nama-nama mereka itu justru harus dijauhkan dari bursa calon menteri karena mereka diduga keras akan mengutamakan kepentingan pribadinya daripada mengutamakan rakyat atau pemerintah.
Presiden dan wakil presiden baru ini tentu mempunyai atau telah membentuk sebuah tim untuk menyeleksi para bakal calon menteri 2014-2019 walaupun keputusan akhirnya ada di tangan Jokowi-JK.
Apabila Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004 dan 2009 melakukan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di rumahnya di Cikeas, Bogor untuk menentukan pilihan akhir memang akan dijatuhkan kepada para peserta “ujian” itu sehingga rakyat bisa melihat secara langsung calon-calon menteri itu, maka belum jelas cara apa yang bakal ditempuh Jokowi-JK.
Namun Jusuf Kalla yang pernah menjadi wakil presiden dan memiliki pengalaman lebih luas secara nasional jika dibandingkan dengan Jokowi tentu bisa memberikan masukan kepada sang presiden tentang para calon pembantu mereka sehingga tidak akan salah pilih atau tidak bakal mengecewakan baik mereka sendiri maupun rakyat secara keseluruhan.
Rakyat tentu boleh menaruh harapan besar kepada Jokowi-Jusuf Kalla bahwa pilihan mereka terhadap para menteri benar-benar merupakan yang terbaik sehingga bisa memecahkan berbagai masalah dalam masyarakat walaupun juga harus disadari bahwa rakyat tidak bisa mengharapkan bagaikan akan minum obat yang “cespleng” atau mujarab yang dalam waktu 100 hari saja akan bisa menghilangkan 1001 masalah di Tanah Air.(ant/sof)