Jaksa Tuntut Akil Penjara Seumur Hidup dan Denda Rp10 M

akil-di-tuntut-seumur-hidup Akil Mochtar menghadapi sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (16/6/14).(lp6)

TRANSINDONESIA.CO – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman pidana penjara seumur hidup kepada terdakwa Akil Mochtar dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Jaksa juga menuntut Akil membayar denda sebesar 10 miliar.

“Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M Akil Mochtar pidana berupa pidana seumur hidup dan ditambah denda sebesar Rp 10 miliar,” ujar Jaksa Pulung Rinandoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (16/6/2014).

Jaksa menyatakan, Akil telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima hadiah dan janji terkait pengurusan sengketa pilkada di MK. Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji itu diberikan untuk memengaruhi putusan perkara pilkada yang diserahkan kepadanya untuk diadili di MK.

“Menuntut agar majelis hakim memutuskan menyatakan bahwa terdakwa M Akil Mochtar telah secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah menerima hadiah atau janji,” ujarnya.

Selain itu, Akil juga dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu selama 22 Oktober 2010 sampai 2 Oktober 2013, sebesar Rp 161.080.685.150. Pencucian uang itu dilakukan dengan modus menempatkan, membelanjakan atau membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang asing.

Akil juga dinilai terbukti menyembunyikan asal usul harta kekayaannya dalam kurun 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010. Di antaranya, menempatkan uang sebesar Rp 6,1 miliar di rekening BNI miliknya, sebesar Rp 7,048 miliar di rekening Bank Mandiri, dan Rp 7,299 miliar di rekening BCA.

Jaksa juga menuntut agar Akil dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan umum.

Tanpa Hal Meringankan

Dalam tuntutan ini, Jaksa juga turut mempertimbangkan sejumlah hal terhadap Akil. Baik hal memberatkan, maupun hal meringankan.

Hal-hal yang memberatkan bagi Akil adalah perbuatan dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan upaya pemberantasan korupsi. Akil adalah ketua lembaga tinggi negara (MK) yang merupakan ujung tombak dan benteng terakhir bagi masyarakat dalam mencari keadilan, dan perbuatan Akil telah mengakibatkan runtuhnya kewibawaan lembaga MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum.

Kemudian, hal lain yang memberatkan, yakni atas perbuatan Akil maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MK. Akil juga tidak bersikap kooperatif dan tidak jujur dalam persidangan, serta tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatannya.

“Hal yang meringankan, tidak ada,” pungkas Jaksa Pulung.(lp/fer)

Share