Demo menuntut Kejagung memeriksa Joko Widodo.(dok)
TRANSINDONESIA.CO – Jaksa Agung Basrief Arief dituduh intervensi kasus dugaan korupsi pengadaan dan peremajaan bus TransJakarta oleh Aliansi Masyarakat Pengguna Transjakarta (Amanat Jakarta) yang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung).
Aliansi tersebut, mendasarkan argumennya melalui surat yang diduga balasan dari Jaksa Agung Basrief Arief merespons surat dari Gubernur DKI Jakarta yang sempat beredar di media sosial, baru-baru ini. Namun, serupa dengan Jokowi, surat balasan dari Basrief itu belum dipastikan keasliannya.
Surat bernomor: INS-006/A/J.A/2014 yang disebar oleh aliansi tersebut berisi tindaklanjut dari surat permohonan penundaan pemeriksaan Jokowi dalam kasus bus TransJakarta yang nilai proyeknya mencapai Rp1,5 triliun itu.
Dalam surat tersebut, Jaksa Agung menginstruksikan jaksa penyidik untuk tidak melakukan pemeriksaan terhadap Jokowi selama proses pilpres berlangsung. Jaksa Agung juga menginstruksikan penyidik untuk segera mempercepat penyidikannya terhadap para tersangka seperti mantan Kadishub DKI Jakarta Udar Pristono.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Spontana membantah jika Jaksa Agung disebut mengintervensi bawahannya dengan maksud melindungi sosok tertentu dalam penanganan kasus korupsi. Dia membantah pernyataan massa yang berunjuk rasa sambil menyebar fotokopi surat yang mereka yakini dari Jaksa Agung.
“Jaksa Agung tidak pernah membuat surat semacam itu. Surat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jadi, kami tidak akan menanggapi lebih jauh,” kata Tony, di Jakarta, Senin (2/6/2014).
Terkait dengan beredarnya surat-surat palsu Jokowi, pihaknya juga merasa tidak perlu melakukan langkah hukum.
“Menurut saya tidak. Karena Kejaksaan tidak berkepentingan langsung dengan surat itu,” jelasnya.
Menurutnya, pihak yang paling dirugikan atas beredarnya surat yang berisi Jokowi meminta penundaan pemeriksaan adalah Jokowi sendiri selaku gubernur yang juga diusung sebagai capres oleh koalisi parpol PDI Perjuangan (PDI-P), Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI.
“Selayaknya yang mesti dirugikan adalah Pak Jokowi,” kata Tony.(sp/fer)