Pil Dekstro jadi Polihan Anak Muda Sekarang Dibanding Shabu dan Ganja?

pil-dekstro  Pergeseran Anak muda sekarang dari mengunakan narkoba ke dekstrometorfan.

TRANSINDONESIA.CO – Penggunaan putaw, shabu, dan ganja pada usia muda mengalami pergeseran. Saat ini, justru penyalahgunaan zat berbahan dekstrometorfan tunggal (destro tablet) pada masyarakat usia muda mengalami peningkatan, dan mencapai kondisi yang mengkhawatirkan serta cukup memprihatinkan.

Demikian penjelasan yang disampaikan Direktur Utama Pengawasan Napza Badan POM, Dra. Sri Utami Ekaningtyas, Apt, MM dalam diskusi Forum Wartawan Peduli Hukum dan Keadilan bertema `Pentingnya Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Penggunaan Zat Berbahaya pada Obat-obatan` di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2014).

“Fenomena penyalahgunaan dekstro tablet ini tengah menjadi tren pada anak-anak 5 tahun terakhir ini. Sebenarnya, obat ini memiliki efek pusing dan sering digunakan sebagai obat batuk. Saking kreatifnya, obat ini justru digunakan untuk hal yang tidak-tidak,” kata dia menjelaskan.

Fenomena menyedihkan ini sudah mewabah di hampir seluruh wilayah di Tanah Air. Secara khusus, penyebaran dekstro ini banyak terjadi di Jawa Barat.

“Status penyalahgunaan dekstrometorfan ini sudah mencapai tingkat Kejadian Luar Biasa (KLB), di mana pemakaian narkoba di wilayah ini sudah bergeser dari shabu, putaw, ekstasi, ganja, dan metadon ke dekstrometorfan tablet,” kata dia menambahkan.

Memiliki efek halusinasi yang mampu membuat si pemakai melayang, dan harga yang relatif murah, membuat tablet ini begitu mudah didapatkan oleh para remaja. Bayangkan saja, pembelian sebanyak 10 butir, si pemakai hanya membayar Rp 2 ribu saja. Dengan uang Rp 200 ribu, si pemakai sudah mendapatkan obat kategori hospital pack.

Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2010, terang dia, penyalahgunaan dekstrometorfan cukup tinggi.

“Pada usia 15-20 tahun sebanyak 5,9 persen. Usia 21-30 tahun sebanyak 2 persen, dan usia 31-40 tahun sebanyak 0,4 persen,” kata dia menerangkan. “Angka penyalahgunaan pada kelompok pelajar atau mahasiswa ini mengalami peningkatan menjadi 9,7 persen pada tahun 2011,” kata dia menambahkan.

Bebasnya peredaran dekstrometorfan ini disebabkan oleh penyediaan yang beredar di pasaran baik dalam kemasan kecil maupun yang tergolong hosptila pack. Untuk kemasan kecil berukuran strip/blister 10×10 tablet, dan hospital pack seukuran botol berisikan 1000 tablet. Sebagian besar merupakan golongan obat bebas terbatas, sehingga dijual di toko obat.

“Kalau obat ini dikonsumsi dengan dosis yang tepat, efeknya menyembuhkan penyakit, dan tergolong medis. Tapi, dosis yang berlebih justru membuatnya memiliki efek seperti putaw. Seharusnya dikonsumsi maksimal 15 biji, mereka menggunakannya bisa 20 sampai 50 biji, biar nge-fly,” kata dia.

Untuk itu, pada Juni 2013 ditetapkan bahwa tindak lanjut dari pelanggaran tersebut adalah pembatalan persetujuan NIE obat mengandung desktrometorfan tunggal. Pembatalan ini, tertuang dalam Keputusan Kepala BPOM nomor HK.04.1.35.06.13.3534 tahun 2013 tentang pembatalan izin edar obat mengandung dekstrometorfan sediaan tunggal.(lp6/fer)

 

Share