TRANSINDONESIA.CO – Bandara Mathilda Batlayeri di Saumlaki, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) telah dioperasikan pada 9 Mei 2014.
“Pengoperasian itu setelah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menerbitkan izin,” kata Kabid Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Maluku, Jhon Rante, dikonfirmasi, Sabtu (17/5/2014).
Bandara tersebut memiliki panjang 1.640 meter dan lebar 30 meter sehingga bisa didarati pesawat jenis ATR-72 atau Wings.
“Jadi srategis pengoperasian Bandara Mathilda Batlayeri untuk mendukung kelancaranan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial,” ujarnya.
Begitu pun mendukung kegiatan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) INPEX Masela Ltd melanjutkan eksplorasi pengeboran pada lapangan Gas Abadi di Blok Masela.
Karena itu, terbuka peluang maspakai penerbangan membuka rute penerbangan ke Saumlaki dengan mengoperasikan pesawat jenis ATR-72.
“Prospeknya ekonomis karena pengguna jasa penerbangan udara dari maupun ke Saumlaki relatif tinggi sehingga sering antrian hingga dua pekan,” kata Jhon.
Kehadiran maspakai penerbangan dengan pesawat berkapasitas di atas 60 kursi juga bisa mengurangi harga tiket yang sering ditawarkan kepada pengguna jasa pnerbangan lebih dari Rp1,5 juta/penumpang.
Pengoperasian bandara Mathilda Batlateri perlu didukung Pertamina dengan membangun depot pengisian avtur karena jarak tempuh dari Ambon, ibukota provinsi Maluku relatif jauh.
Bandara tersebut dinamai Mathilda Batlayeri karena perempuan asal Tanimbar (MTB) itu gugur dalam pertempuran melawan para pemberontak mempertahankan Markas Kepolisisan Kurau Kalimantan Selatan pada 28 September 1953.
Saat itu, Mathilda bersama ke empat anaknya, termasuk satu diantaranya yang masih dalam kandungan, bersama anggota polisi lainnya gugur dalam peristiwa itu, berjuang mempertahankan asrama Polisi Kurau Kalimantan Selatan, yang kala itu diserang oleh gerombolan yang mengatasnamakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KryT), pimpinan Ibnu Hajar dengan jumlah anggota sekitar 50 orang.
Pahlawan Bhayangkari itu kemudian mengambil senjata milik suaminya yang adalah Agen Polisi II Adrianus Batlayeri dan bersama anggota polisi lainnya melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan. Mathilda sendiri seperti diceritakan, akhirnya tertembak dan gugur sebagai kusumah bangsa bersama anggota polisi lainnya yang bertugas di wilayah tersebut.(ANT/KUM)