Satpam kampus Arifin Butar-Butar korban kesewenangan Polisi mengadu ke Komnas HAM.(ist)
TRANSINDONESIA.CO – Seorang petugas satpam Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Utara Arifin Butar-Butar Jakarta Utara menjadi korban kriminalisasi polisi. Pasalnya Arifin dijerat pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan oleh penyidik Polres Jakarta Utara.
Padahal pasal itu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai putusan MK Nomor 1/PPU-XI/2013 tertanggal 16 Januari 2014.
Arifin lantas melaporkan nasip buruk yang menimpanya ke Komnas HAM. Ia menuturkan kasus yang menimpanya itu berawal pada 22 November 2013. Saat itu ada segerombolan orang pimpinan Tedja Widjaya yang datang ke lokasi kerja Arifin.
Sebagai satpam, Arifin menghalau mereka secara baik-baik. Namun tak lama berselang datang polisi dan langsung menahan Arifin.
“Saya tidak memukul dan tidak berbuat apa-apa kok malah ditahan,” ujar Arifin di kantor Komnas HAM Jalan Latuharhary Menteng Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2014).
Masih di lokasi yang sama, kuasa hukum Arifin, Irvan Agasar mengatakan polisi menahan Arifin untuk membela Tedja Wijaya yang mengaku sebagai Direktur PT Graha Mahardika.
“Klien saya itu hanya satpam yang sedang menjalankan tugas. Tidak ada kaitannya dengan sengketa. Buktinya lahan itu masih disegel P2B Pemprov DKI karena memang izinnya masih bermasalah,” tutur Irvan.
Irvan meneruskan, berkas Arifin meski sudah ditolak tiga kali oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara lantaran penyidik menerapkan pasal 335 KUHP yang sudah dibatalkan MK. Belakangan penyidik menggantinya dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
“Kalau ada kekerasan harus ada bukti visum. Polisi gak punya bukti visum itu. Tapi kejaksaan tetap menerbitkan P21,” lontar Irfan.
Wakil Ketua Komnas HAM Siane Indriani setelah menerima laporan Arifin kontan berjanji akan membantunya.
“Kami minimal melihat beberapa keganjilan. Pertama penggunaan Pasal 335 yang sudah dicabut MK itu. Kedua adalah penahanan korban selama 12 hari. Ini indikasi pelanggaran HAM,” tegas Siane.
Untuk itu, kata Siane Komnas HAM siap mendampingi Arifin saat di persidangan nanti.
Siane juga menegaskan pihaknya akan melakukan ‘amicus curiae’ yang maksudnya seseorang atau sekumpulan orang atau suatu organisasi sebagai pihak ketiga yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara di persidangan.
“Itu dalam rangka memberikan pertimbangan hukum dalam persidangan,” imbuhnya.
Namun, disampaikan Siane pula, pendampingan Komnas HAM kepada Arifin tak terkait dengan kasus sengketa lahan yang melibatkan yayasan tempat korban bekerja, yakni Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 dengan PT. Graha Mahardika.
“Korban ini hanya satpam. Dia hanya menjalankan tugas, kenapa dia jadi korban dan hingga hari ini jadi tahanan kota,” pungkas Siane.(sof)