TRANSINDONESIA.CO – Memperingati hari Kebebasan Pers Dunia, pada Sabtu 3 Mei 2014, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Medan mendesak aparat penegak hukum di wilayah Sumut serius menyelidiki kasus-kasus kekerasan dialami jurnalis.
Sebab, banyak tindak kekerasan terhadap jurnalis di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari periode 2013 hingga triwulan pertama 2014, tidak berhasil terungkap.
“Seperti kasus kekerasan jurnalis Harian Berita Sore Medan, Elyudin Telaumbanua, sejak Agustus 2005 sampai kini hilang dan tidak terungkap,” ujar Ketua AJI Medan, Soetana Monang Hasibuan, melalui sambungan telepon, terkait pernyataan sikap AJI Medan dalam rangkaian dirgahayu Kebebasan Pers, Sabtu (3/5/2014).
Ditegaskan Monang, AJI juga mendorong agar pemerintah melalui Kemenkominfo dan Dewan Pers mulai memperingati World Press Freedom Day setiap 3 Mei secara resmi.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Medan, Agoez Perdana, mengungkapkan, dalam catatan AJI Medan, sepanjang periode Januari 2013 hingga Mei 2014 terjadi 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis di wilayah Sumut.
“Bentuknya mulai pemukulan, penganiayaan, perbuatan tidak menyenangan, menghalangi peliputan, hingga pembakaran rumah jurnalis. Pelakunya mulai oknum TNI, Polri, Jaksa, dan pejabat publik,” ujar Agoez.
Dipaparkannya, daftar kasus kekerasan pers yang terjadi di Wilayah Sumut periode Januari 2013 sampai Mei 2014 yakni terjadi pada M Yunus, jurnalis Harian Metro 24 Jam di Asahan, pada 5 Januari 2013 yang rumahnya dibakar Orang Tidak Dikenal dan diduga terkait pemberitaan korban tentang mafia CPO di wilayah Asahan.
Hal yang sama juga terjadi pada rumah M Syabarsyah, jurnalis Harian Sumut 24 dibakar, 12 April 2013. Dugaan sementara, pembakaran dilakukan lebih dari satu pelaku atau sengaja dibakar oleh orang tidak dikenal.
Kemudian kekerasan terjadi pada 12 November 2013 Suwandi Anwar, jurnalis Harian Orbit, dianiaya orang diduga suruhan oknum Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Medan. Jurnalis Tribun Medan, Array A Argus mengalami tindakan penganiayaan dari oknum Kapolsek Patumbak pada 9 Desember 2013.
Kasus pengancaman beberapa orang jurnalis, ketika sedang melakukan liputan di Kejaksaan Negeri Sei Rampah, Sumut oleh oknum Kasi Intel Kejari Sei Rampah, pada 13 Maret 2014. Penganiayaan terhadap Jefri Barata Lubis, jurnalis Harian Andalas oleh OTK pada 25 Maret 2014 di Madina, Sumut. Jurnalis Ade Vosdo Damanik, dari media cetak lokal diancam oleh seorang pria mengaku oknum Polisi Militer (PM) saat sedang melakukan tugas peliputan di Rumah Sakit Pirngadi Medan pada 15 April 2014.
Teddy Akbari, jurnalis Harian Sumut Pos ditendang hingga tersungkur oleh oknum Kodim 0204/DS saat sedang mewawancarai penumpang kereta api (KA) yang dikelola Airport Raillink Service (ARS) di Bandara Kualanamu (KNIA), Sumut 20 April 2014.
Parlindungan Harahap, jurnalis media lokal di Medan dipiting oleh oknum Asisten I Pemkab Deli Serdang, 21 April 2014. Indra Gunawan, jurnalis Harian Tribun Medan ditarik secara kasar ketika sedang mewawancarai Bupati Deli Serdang, Ashari Tambunan, terkait kelulusan UN tingkat SMA sederajat sekabupaten Deli Serdang, 2 Mei 2014.
“Ini bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi pada jurnalis di Sumut yang sampai saat ini kasusnya tidak ada yang tuntas diselesaikan oleh aparat hukum,” katanya.
Ia menambahkan, tindakan-tindakan kekerasan itu melanggar pasal 4 ayat 1 dan ayat 3 serta junto pasal 18 ayat 1 UU No 40 tahun 1999, dan dapat dikenakan ancaman hukuman 2 tahun penjara serta denda Rp 500 juta.
“AJI sendiri tegas menolak segala bentuk praktik impunitas kepada pelaku kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Agoez.(surya/dhona)