Kasus Pajak BCA Penuh Rekayasa?

menara bca

 

TRANSINDONESIA.CO – Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) angkat bicara perihal kasus pajak yang PT Bank Central Asia (Persero) Tbk yang melibatkan tersangka mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo. Menurut APPI, kasus tersebut patut diduga penuh rekayasa.

Demikian penegasan itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal APPI Sasmito Hadinagoro ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (23/4/2014). Menurutnya, waktu penetapan saat ini dan Hadi yang seakan bermain sendiri pun dipertanyakan. Apalagi di tahun yang sama, banyak juga terjadi kasus pajak besar yang juga melibatkan banyak pejabat negara lainnya.

“Patut diduga ada skenario hebat dibalik hal ini. Ada beberapa kasus pajak yang lebih hebat di tahun tersebut (2003) malah tak diungkap. Saya kok melihat hal ini seperti ada kaitannya dengan kengototan Hadi dan BPK mengaudit Century Gate jilid II senilai Rp1,5 triliun,” tegas Sasmito ketika dikonfirmasi.

Lebih lanjut, Sasmito menduga jika pengungkapan kasus yang baru diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini seakan menjadi peluru yang disimpan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyerang pihak lain seperti pemerintahan pada saat itu. Ia juga sangat yakin jika kasus ini akan merembet ke kasus lain di tahun yang sama, ketika terjadi banyak skandal besar keuangan negara.

Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) tersebut melihat, dengan pengungkapan kasus ini, tak menutup kemungkinan bakal merembet ke kasus divestasi BCA saat itu. Seperti diketahui, pada waktu perbankan terkena krisis, seluruh bank-bank di rekap dan menjadi 100% saham milik pemerintah.

Tapi karena mengikuti saran IMF, saham perbankan harus diprivatisasi. Ketika BCA diprivatisasi, di dalamnya terdapat obligasi rekapitalisasi sebesar Rp60 triliun. Tapi saham 51% justru hanya dijual sebesar Rp5 triliun.

Kembali ke kasus Hadi, Sasmito menganalisa, permohonan keberatan pajak yang disampaikan BCA sejatinya bisa dilihat dari banyak sisi. Salah satunya, kata Sasmito yang juga mantan pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan ini, tak terlepas dari ‘iri-nya’ BCA kepada Bank Mandiri yang dapat keistimewaan pajak saat itu saat IPO.

“Jika melihat ke belakang cerita ini, bisa saja BCA ngiri, Mandiri dapat diskon, jadi ketika BCA juga mengajukan keberatan juga inginya seperti itu,” pungkasnya.

Untuk dimetahui, kasus pajak BCA sendiri berawal pada tahun 2003, di mana BCA mengajukan keberatan atas pajak yang harus mereka bayar sebesar Rp 5.7 triliun terhitung sejak tahun 1999 silam. Setahun setelahnya yakni tepatnya pada 2004, Direktorat Pph menolak surat keberatan tersebut.

Namun, di tahun yang sama Hadi Poernomo yang menjabat sebagai Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang berisi keputusan untuk menerima pernyataan keberatan dari BCA. Kuat dugaaan ada imbalan kepada penguasa saat itu.

Dalam konfrensi persnya, Selasa, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menegaskan pihaknya tidak terlibat dalam kasus yang diduga adanya permohonan keberatan pajak senilai Rp5,7 triliun yang melibatkan mantan Direktur Jenderel (Dirjen) Pajak, Hadi Poernomo, periode 2002-2004. Pihak BCA berkeyakinan telah menjalankan prosedur yang benar dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menekankan bahwa pihaknya tidak melanggar undang-undang maupun aturan pajak. Dia menilai telah terdapat perbedaan pendapat antara BCA dengan Ditjen Pajak, karena angka yang dipermasalahkan adalah rasio kredit bermasalah alias non performing loan perseroan senilai Rp5,7 triliun.

“Itu adalah jumlah piutang macet, piutang yang direstrukturisasi, dan nilai jaminan yang kita berikan ke BPPN,” kata Jahja.(mtv/met)

Share