Terdakwa Pengadaan Al Quran Divonis 8 Tahun Penjara

Terdakwa Pengadaan Al Quran Divonis 8 Tahun Penjara Mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pejabat Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kemenag Ahmad Jauhari.(ant)

 

 

TRANSINDONESIA.CO, Jakarta – Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Agama (Kemnag), Ahmad Jauhari divonis dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Ia terbukti korupsi proyek penggandaan Al Quran pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarkat (Bimas) Islam Tahun Anggaran (TA) 2011 dan TA 2012. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp27.056.731.135.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ahmad Jauhari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim, Anas Mustaqim saat membacakan vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/4).

Terhadap Ahmad Jauhari juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp100 juta dan USD 15.000. Tetapi, dalam tingkat pendidikan, karena uang tersebut sudah dikembalikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka uang yang dikembalikan tersebut dirampas untuk negara.

Dalam penjabarannya, hakim anggota Hendra Yospin mengatakan bahwa Ahmad Jauhari selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama-sama dengan Abdul Karim (Sesditjen Bimas Islam), Mashuri (Ketua Tim ULP), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Zulkarnaen Djabbar (anggota DPR), Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus telah menetapkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana penggandaan Al Quran TA 2011.

Dalam penetapan PT A3I tersebut mengindahkan peraturan pengadaan barang dan jasa, yaitu pemenangan PT A3I tersebut sudah direncanakan terlebih dahulu. Mengingat, anggaran penggandaan Al Quran tersebut adalah milik DPR, dalam hal ini adalah Zulkarnaen Djabar.

Bahkan, selaku PPK, Ahmad Jauhari disebut memerintahkan Mashuri selaku Ketua Tim Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk menghubungi PT A3I yang dimiliki oleh Ali Djufrie terkait pengurusan HPS (Harga Perkiraan Sendiri).

Kemudian terdakwa menyetujui HPS dan meminta Mashuri menandatangani HPS sebesar Rp22.671.983.492671.983.492.

Hingga akhirnya, pada 11 Oktober 2011, terdakwa selaku PPK menetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang penggandaan kitab suci Al Quran tahun 2011. Padahal, terdakwa tahu bahwa saat itu HPS belum ada dan tahu bahwa sejak awal paket pekerjaan tersebut adalah titipan anggota DPR.

Padahal, terdakwa tidak memiliki kewenangan tetapkan PT A3I sebagai pemenang lelang. Sebab, anggarannya dibawah Rp 100 miliar yang sesuai kewenangan seharusnya ditetapkan oleh Ketua ULP.

Apalagi, menurut Hendra, terdakwa menerima uang sejumlah Rp 100 juta dan 15 ribu dolar Amerika dari Ali Djufrie dan Abdul Kadir selaku Direktur PT A3I.

Demikian juga, untuk proyek penggandaan Al Quran TA 2012 dengan pagu anggaran Rp55,075 miliar, terdakwa Ahmad Jauhari selaku PPK memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, diketahui bahwa titipan dari Zulkarnaen Djabar.

Selain itu, HPS dan sertifikasi barang disusun oleh PT Sinergi Pustaka Indonesia. Padahal, proses lelang belum berjalan.

“Atas perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabbar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus memenangkan PT A3I dan PT Sinergi Pustaka Indonesia, telah memperkaya terdakwa sebesar Rp100 juta dan 15 ribu dolar Amerika, Mashuri sebesar Rp50 juta dan USD5.000, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) milik keluarga Zulkarnaen Djabar sebesar Rp6,750 miliar, PT A3I dengan Dirut Ali Djufrie sebesar Rp5.823.571.540823.571.540 dan PT Sinergi Pustaka Indonesia dengan Dirut Abdul Kadir Alaydrus sebesar Rp21.233.159.595233.159.595,” kata Hendra Yospin.

Atas perbuatannya, merugikan keuangan negara sebesar Rp27.056.731.135 dari dua proyek penggandaan Al Quran.

Menanggapi vonis tersebut, Ahmad Jauhari menyatakan akan menggunakan waktu pikir-pikir sebelum memutuskan menerima atau banding atas putusan itu.

Vonis tersebut, jauh lebih ringan dari pada tuntutan jaksa yang meminta Jauhari dijatuhi vonis 13 tahun penjara.(sp/fer)

 

 

 

Share