TRANSINDONESIA.CO, Jakarta – Hanya beberapa jam lagi pemilihan calon anggota legislatif (Pilcaleg), Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas mengatakan, politik uang adalah sebuah bukti ketidakmampuan berpolitik dengan ide. Artinya, siapa pun peserta pemilu, baik partai politik maupun calon anggota legislatif (caleg) yang menggunakan cara instan dengan berpolitik uang, maka tak layak untuk dipilih.
“Politik uang merupakan politik minus ide. Ketidakmampuan berpolitik dengan ide. Imajinasi mereka dibatasi, berpikir pencapaian bisa diselesaikan dengan cara pragmatis,” ujarnya di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2014).
Karena itu, lanjut Sigit, penting untuk menghindar dari memikirkan caleg yang terpilih karena politik uang, sebab mereka tak punya gagasan tentang kemajuan bangsa untuk diusahakan.
“Imajinasi mereka dibatasi bahwa pencapaian itu bisa diselesaikan dengan pragmatis. Oleh karena itu, penting untuk menghindar dari memikirkan caleg yang mengupayakan keberhasilannya melalui politik uang,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, politik uang memang hal yang rawan terjadi mendekati hari H pemilihan umum. Selain itu, juga karena sudah mulai ditemukan beberapa kasus caleg menyebar politik uang.
“Juga beredar di beberapa sosial media misalnya caleg di Tangerang Selatan dipotret dengan pemilih yang ada uangnya, banyak beredar di sosial media. Kendala dalam penegakan hukum, jadi ketika orang menemukan tetapi merasa tidak penting untuk melaporkan atau bisa juga orang mau melaporkan tetapi terhambat pada persyaratan dua alat bukti. Selain itu, kalau saksi juga tidak cukup kalau cuma satu, minimal dua saksi. Kadang-kadang kan mereka punya barang bukti tetapi saksinya mereka sendiri,” imbuhnya.
Hal itu pula yang tidak mau diproses Bawaslu, padahal tugas lembaga itu adalah mencari saksi berikutnya. Namun, menurut Titi, terkadang hal tersebut dimentahkan duluan, padahal dia bisa saja jadi saksi korban dan saksi terlapor.
“Itulah kelemahannya ketika beban diberikan kepada pelapor, yaitu saksi dan barang bukti, ini yang membuat kontestasi uang susah diproses,” tuturnya.
Manager Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan, isu dan praktek money politic semakin gencar dilakukan oleh oknum peserta pemilu dan calon anggota legislatif (caleg) untuk membeli suara rakyat demi kekuasaan semata.
“Beberapa modus yang perlu diwaspadai baik praktek politik uang pra bayar dan pascabayar harus diwaspadai. Praktek politik uang yang dibudayakan oleh setiap peserta pemilu dan mendorong masyarakat mengamini menerimanya merupakan kejahatan pemilu dan kejahatan kemanusian,” ucapnya.
Ditambahkan hal ini karena uang yang diserahkan akan berdampak kerusakan moral publik sebagai akibatnya. Seluruh masyarakat Indonesia harus bersama dalam mencegah praktek politik uang yang dilakukan peserta pemilu “Jangan ambil uangnya dan laporkan pelakunya ke pengawas pemilu”.
“Seluruh penyelenggara pemilu harus memasang mata, telinga, dan peka terhadap praktek politik uang di lapangan. Dalam pemilu 2014 tentunya praktek politik uang makin beragam, waspada terhadap praktek politik uang dan barang untuk ajak memilih dalam bentuk apapun. Tidak hanya peserta pemilu yang harus diwaspadai dalam praktek politik uang, akan tetapi kita juga haus waspada akan praktek politik uang dan barang yang dilakukan peserta pemilu kepada penyelenggara,” ucap Sigit.(sp/fer)