Pengamat kelistrikan, Surya Tarmizi Kasim saat diwawancarai listrik mati.(Transindonesia.co-don)
TRANSINDONESIA.co, Medan : Pembangunan mesin pembangkit listrik tidak juga mampu mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara, karena itu banyak kalangan minta agar PLN diaudit.
‘Yang diperlukan terlebih dahulu menyelesaikan masalah teknis pada mesin-mesin pembangkit. Untuk itu pemerintah propinsi Sumut membentuk tim independen mengawasi masalah teknis ini,” kata pengamat kelistrikan Sumatera Utara, Surya Tarmizi Kasim di Medan, Rabu (5/3/2014).
Menurut Tarmizi, krisis listrik di Sumut tidak berdiri sendiri tahun ini, tetapi merupakan bawaan dari masa lalu, di mana infrastruktur listrik mengalami masa sulit sejak krisis ekonomi tahun 1997.
Kemudian pada 1998 PLN mengalami kebangkrutan sebesar US$ 800 juta, sehingga pembangunan pembangkit yang dilakukan tidak mampu memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik yang cukup pesat.
Selain itu, katanya, krisis listrik juga disebabkan banyaknya pembangunan pembangkit listrik yang mengalami kendala, seperti di Pangkalansusu yang terkendala pembebasan lahan dalam pemasangan jaringan listrik, PLTU Nagan Raya Aceh yang terlambat akibat kendala izin, begitu juga dengan PLTA Asahan III, serta pembangkit kapasitas kecil mikrohidro yang tersebar di Sumut.
“Permasalahan-permasalahan ini harus segera dicarikan solusinya agar krisis listrik di Sumut cepat teratasi,” katanya.
Nantinya, kata Tarmizi, tim independen dapat melihat bagaimana kinerja dan kemampuan mesin pembangkit PLN sehingga tahu permasalahan dan mencari penyelesaiannya.
“Jadi kalau sudah diaudit mesin-mesin ini, tim independen atau panitia khusus listrik yang telah dibentuk dapat mengetahui permasalahan pada mesin pembangkit,” katanya.
Selama ini, mesin pembangkit PLN kurang pemeliharaan karena terus dipaksa beroperasi non stop sedangkan kebutuhan terus meningkat.
“Akar permasalahan krisis ini, sejak 10 tahun terakhir tidak ada penambahan pembangkit karena krisis ekonomi ditahun 1998. Sedangkan kebutuhan daya terus bertambah, sehingga mesin yang ada dipaksakan terus beroperasi,” ungkap Tarmizi
Namun, untuk membangun pembangkit listrik saat ini pun pasti memerlukan waktu cukup lama seperti lahan, investasi dan lainnya.
“Berapa banyak pun duit milik Indonesia, tidak akan dapat membangun pembangkit listrik dengan sekejap mata. Ini perlu proses lama,” tuturnya seraya menambahkan krisis listrik jangan dipolitisir.
Defisit daya saat ini, harus digenjot dan tim independen kelistrikan serta pemerintah harusa dapat mendukung serta mengawasi percepatan pengoperasian PLTU Pangkalan Susu. “Krisis bisa diatasi kalau PLTU Pangkalan Susu ini selesai, ditambah lagi dengan Inalum yang harus membangun daya listrik sebesar 400 MW. PLN juga harus memiliki 30% cadangan pembangkit tenaga listrik baru sehingga fokus pada custumers dan layanan Responsif,” imbuhnya.
Disinggung tentang pemadaman listrik yang sering terjadi menjelang Shalat Maqrib, Tarmizi menjelaskan, beban puncak biasa terjadi dari pukul 18.00 wib dengan kebutuhan daya yang begitu besar sehingga sering tidak dapat dipenuhi mesin pembangkit. Sedangkan keluhan kalangan industri yang juga menjadi korban pemadaman, ia menilai pengusaha tidak mau rugi karena biaya lebih murah 3 kali lipat dengan menggunakan listrik PLN dibandingkan mesin genset yang memang harus disediakan kalangan industri.(ynn/don)