Mengobati Luka Batin Masyarakat

         Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Luka batin merupakan sebuah kondisi psikologis/kejiwaan yang menunjukan adanya sikap-sikap anti sosial, hilang harapan, apatis atau masa bodoh, anarkisme san sebagainya.

Sebagai dampak dari kekecewaan yang terus menerus, disebabkan dari perkataan, perbuatan yang menyinggung harga diri atau melecehkan, memeras, menakut-nakuti, mengancam, membodoh-bodohi, menganiaya, menteror dan menekan.

Orang yang luka batin biasanya labil, mudah diprovokasi, dipengaruhi, dihasut, diajak pada tindakan-tindakan anarkis, bahkan menjadi teroris sekalipun.

Semua itu sebagai bentuk pengekspresian atas batin yang luka.

Pelakupelaku kejahaatan walau tidak semuanya dapat dikatakan sebagai kelompok/golongan luka batin.

Sikap-sikap anti pemerintah, intoleran, radikalisme dan terorisme juga dapat dikategorikan sebagai kelompk luka batin.

Luka batin masyarakat akibat dari sistem-sistem pelayanan publik yang buruk, pemerasan oleh para aparatnya,. Adanya kewajiban memberi upeti kepada sang aparat dengan berbagai alasan.

Pelayanan publik yang buruk dapat dikategorikan pelayanan yang : 1. Tidak profesional, 2, tidak memenuhi standar kualitas pelayann prima, 3. Sarat dengan KKN, 4. Sikap pejabat/petugas dibidang pelayanan publik yang arogan dan sewenang-wenang. 5. Infrastruktur yang tidak memadai, 6. Sistem-sistem pelayanan model feodal

Tatkla masyarakat terjangkit luka batin maka, mereka tidak lagi peka, tidak ada empati,tidak peduli lagi akan hidup dan kehidupan, baik bagi dirinya atau orang lain.

Dimind setnya memikirkan bagaimana membalas dendam, bagaiman mencari peluang untuk mengekspresikan luka-lukanya.

Tatkala masyarakat luka batinya kepada Polisi maka, Polisi tidak dianggap dan tidak dipedulikanya, bahkan bisa diawan atau mungkin dihancurkanya.

Luka batin ini dampak ketidak adilan, tatkala Polisi ingin mengobati luka batin masyarakat maka, Polisi hendaknya berupaya membangun institusi yang adil dan menerapkan sebagai penegak hukum dan keadilan.

Apabila didalam institusi kepolisian masih mencerminkan ketidak adilan dan sarat KKN maka, jangan harap pemolisianya akan adil dan jangan berharap akan mengobati, yang terjadi justru sebaliknya menambah dan memperluas luka batin masyrakatnya.

Membangun birokrasi yang adil adalah membangun sistem yang fair berbasis pada kompetensi.

Tidak dengan pola-pola pendekatan personal, tidak melanggengkan KKN, sehingga para petugas Polisi orientasi pada kerja dan gaji, bukan pada jabatan “basah”.

Sehingga kinerja pelayanan mencerminkan: 1. Profesional, 2,  Memenuhi standar kualitas pelayann prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses). 3. Menghapuskan terjadinya peluang KKN, 4. Sikap pejabat dan petugas dibidang pelayanan publik yang empati,dan melayani. 5. Infrastruktur pendukung yang modern dan berbasis IT, 6. Sistem-sistem pelayanan modern dengan model pelayanan yang humanis.

Sebelum mengobati yang sakit adalah menyehatkan diri, itu idealnya.

Bagi kepolisian, keduanya hendaknya berjalan simultan, karena penyehatan juga bagian dari proses penyembuhan.(CDL-Sdh26 1014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share