TRANSINDONESIA.CO – Presinden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar rencana akuisisi Bank Tabungan Negara (BTN) oleh Bank Mandiri ditunda hingga kondisinya memungkinkan.
Namun rencana akuisisi sudah terlanjur menimbulkan kontroversi dan akibatnya membuat harga saham dari dua perusahaan yang sudah “go public” itu bergoncang.
Tidak keliru apabila Otoritas Jasa Keuangan memanggil pejabat Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk memberikan penjelasan. Aksi korporasi yang dilakukan secara serampangan berpotensi merugikan publik yang memiliki saham BTN maupun Bank Mandiri.
Berbeda dengan perusahaan yang belum melepaskan sahamnya ke publik, peusahaan go public terikat aturan yang ketat ketika hendak melakukan aksi korporasi. Semua harus dilakukan secara transparan agar tidak memberi peluang kepada kelompok tertentu untuk mengambil untung.
Aturan yang berlaku untuk perusahaan go public ketika hendak melakukan aksi korporasi adalah menyelenggarakan rapat umum pemegang saham luar biasa. Semua pihak yang menjadi pemegang saham, baik yang mayoritas maupun minoritas, dimintai persetujuannya tentang aksi korporasi yang hendak dilakukan.
Bahkan pada Badan Usaha Milik Negara, setelah mendapat persetujuan RUPSLB, aksi korporasi harus dibawa ke Komite Privatisasi. Rencana itu harus dibahas oleh Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan untuk dilihat untung-ruginya bagi kepentingan negara.
Tidak cukup hanya sampai di sana, pemerintah juga harus meminta izin kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Persetujuan dari DPR itulah yang kemudian menjadi penentu aksi korporasi yang hendak dilakukan untuk memperkuat BUMN.
Langkah-langkah itu tidak kita lihat dalam rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri. Tiba-tiba saja Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan menyampaikan rencana langkah akuisisi Bank Mandiri terhadap BTN.
Pernyataan Menteri BUMN berpotensi menimbulkan apa yang disebut “insider trading”. Kuat dugaan bahwa ada pihak-pihak yang terlebih dahulu mengetahui informasi tentang rencana akuisisi dan kemudian sudah mengambil posisi untuk mengambil keuntungan.
Kita lihat bagaimana kemudian harga saham Bank Mandiri melonjak, karena akuisisi terhadap BTN diduga akan memperkuat posisi mereka. Sebaliknya harga saham BTN cenderung tertekan karena kendali perusahaan kemudian akan berada di tangan Bank Mandiri.
Gejolak pada harga saham Bank Mandiri maupun BTN tidak berujung pada aksi korporasi seperti yang dijanjikan, karena keputusan Menteri BUMN dianulir oleh Presiden. Mereka yang bermain saham di pasar modal dirugikan karena informasi yang disampaikan ternyata menyesatkan.
Undang-Undang Pasar Modal mengamanatkan lembaga pengawas mengambil tindakan terhadap mereka yang melakukan “insider trading”. Pihak yang memberikan informasi yang menyesatkan bisa dikenai sanksi administratif dan bahkan sanksi pidana oleh lembaga pengawas pasar modal.
Beruntung aturan “insider trading” yang berlaku di Indonesia sangat lembek. Kalau hal itu terjadi di Amerika Serikat maka pejabat Kementerian BUMN bisa dijatuhi sanksi yang keras. Sebab, pernyataan yang disampaikan kepada publik menimbulkan distorsi kepada pasar modal.
Namun kita jangan menyepelekan pengalaman buruk dari rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri ini. Kita tentunya harus membangun standar pasar modal yang sejajar dengan negara-negara lain. Hanya dengan itulah maka kita akan bisa membangun pasar modal yang kredibel.
Untuk memiliki pasar modal yang bisa dipercaya, maka semua pihak harus ikut memberi kontribusi. Termasuk para pejabat negara tidak boleh bersikap sewenang-wenang. Semua harus mau menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.
Pada kita memang pemahaman terhadap perusahaan publik dan tata kelola perusahaan yang baik masih baru. Apalagi sistem besar yang berlaku masih sangat feodal. Seorang pejabat negara masih merasa memiliki kewenangan yang jauh lebih tinggi dari direksi perusahaan dan bahkan bisa menyuruh-nyuruh direksi mengenai apa yang diinginkan.
Kita harus beranjak untuk membangun perusahaan yang lebih profesional. Tanpa itu maka kita tidak pernah akan bisa memiliki perusahaan berkelas dunia. Tanpa ada perusahaan berkelas dunia, maka kita tidak pernah akan bisa sejajar dengan bangsa-bangsa besar yang lain.(mtv/met)