Terdakwa Bansos Ngada Dituntut 8 Tahun Penjara

korupsi bansos ngada

 

TRANSINDONESIA.Co, Kupang : Sidang kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ditaksirkan merugikan negara hampir Rp 5 miliar mencapai fase tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (KEjari) Bajawa. Amar tuntutan dibacakan oleh Jaksa Dwi Novantoro, SH yang didampingi Jaksa Bilin Sinaga, SH.

Isi tuntutan JPU terhadap kedua terdakwa dengan nomor perkara 65 dan 66 untuk terdakwa Johanes Fua Radja dan Maria Aleksandra Siwe Mole yaitu masing masing pidana penjara delapan tahun dan membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 2.499.270.208.

Dan, bilamana putusan pengadilan telah berketetapan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun terbukti pasal 2 ayat 1 UU no 31 Tahun 1999. Demikian isi tuntutan yang dibacakan Bilin Sinaga.

Kepada Suara Pembaruan di Kupang, Kamis (20/3/2014), Bilin Sinaga mengaku optimistis tuntutannya akan dikabulkan karena menurutnya JPU sudah berupaya keras membuktikan dakwaan di depan majelis hakim. Dan dirinya berjanji bila kasus korupsi dana bansos itu sudah tuntas ia akan membongkar dan mengusut berbagai kasus korupsi di wilayah Kejaksaan Negeri Bajawa.

“Saya tidak takut siapa pun karena itu tugas dan pengabdian seorang jaksa untuk negara,” jelas Bilin.

Pascatuntutan pendapat kontradiktif dilontarkan penasihat hukum Johanes Fua, Lukas Mbulang, SH. Dengan nada kesal ia menanggapi tuntutan JPU berlebihan dan tidak berdasar. ”Apa gunanya LHP BPK, sebagai lembaga akuntan negara yang resmi dan sah?” ujarnya. ”Isi LHP BPK dan STS itu sah dan legal, lalu atas dasar apa jaksa menuntut?” tanya Lukas.

Dikatakannya, jaksa tidak jujur dan tidak antusias dalam upaya pemberantasan korupsi. “Dan saya bisa mengatakan bahwa jaksa bisa saja di balik pelaku kasus korupsi terjadi saat ini,” sambung Lukas.

“Saya sangat tidak percaya pada ungkapan jaksa bahwa akan menetapkan tersangka baru dalam rentetan kasus yang sama. itu hanya omong doang, lalu apa untungnya menuntut orang tanpa dosa yang tidak bisa dibuktikan? Sampai kapan pun saya tidak akan percaya jaksa bila tuntutan JPU mengabaikan LHP BPK sebagai lembaga keuangan negara”, ungkap Lukas.

“Menurut saya jaksa tidak sedang menyelesaikan perkara dan saya minta teman teman di Kejari Bajawa jangan jadikan persoalan Bansos ini sebagai proyek”, kata Lukas.

Ia menambahkan semua tuntutan itu sama sekali mengabaikan fakta persidangan. “Saya benar benar kesal padahal jelas dalam pengakuan customer service di persidangan bahwa locus pembobolan uang berada di Bank NTT memakai printer Bank NTT menggunakan komputer Bank NTT, semua ini kurang apa? “ tandas Lukas Mbulang. Pihaknya segera mempersiapkan diri jelang agenda pembelaan terdakwa akan berlangsung satu minggu kemudian.(sp/san)

Share