PBB Turunkan Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Para pekerja di lokasi industri kapal selam 'Scorpene,' kapal selam pertama yang dibuat di Mumbai India. Ekonomi India diperkirakan akan tumbuh 7,6 dan 7.7 persen tahun 2015 dan 2016, melampaui pertumbuhan ekonomi China.(rts)
Para pekerja di lokasi industri kapal selam ‘Scorpene,’ kapal selam pertama yang dibuat di Mumbai India. Ekonomi India diperkirakan akan tumbuh 7,6 dan 7.7 persen tahun 2015 dan 2016, melampaui pertumbuhan ekonomi China.(rts)

TRANSINDONESIA.CO – Laporan pertengahan tahun PBB berjudul “Situasi dan Prospek Ekonomi Dunia” hari Selasa (19/5/2015) menyebutkan penurunan itu terutama dipicu anjloknya harga komoditas di Amerika Selatan.

Secara menyeluruh, PBB memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang sedang-sedang saja tahun ini. Tahun depan, kata laporan itu, ekonomi bisa tumbuh ke 3,1 persen.

Laporan itu mengatakan PBB memantau cermat perubahan kebijakan moneter di Amerika, krisis utang di Yunani dan dampaknya terhadap zona euro serta kemungkinan menyebarnya perang di Yaman, Suriah dan Ukraina.

Di Yaman, misalnya, kecemasan utama adalah kemungkinan ditutupnya rute perdagangan lewat Selat Bab el-Mandeb yang dilewati tanker-tanker pengangkut minyak mentah.

Secara global, anjloknya harga minyak dan banyak komoditas lain telah merugikan negara-negara eksportir dan sebaliknya menguntungkan negara-negara importir. Harga minyak diperkirakan akan pulih secara perlahan, kata laporan PBB itu.

PBB juga mengestimasi pertumbuhan ekonomi India akan melampaui China untuk tahun 2015 dan 2016. India diharapkan tumbuh 7,6 persen tahun ini dan 7,7 persen tahun depan, sementara China 7 persen tahun ini dan 6,8 persen tahun depan.

Pertumbuhan rata-rata negara-negara berkembang, kata laporan PBB itu, diperkirakan stabil pada 4,4 persen.

Laporan PBB itu juga menggarisbawahi lemahnya penciptaan lapangan kerja. “Angka pengangguran kaum muda diseluruh dunia berkisar pada 13 persen, tiga kali lebih tinggi dari angka pengangguran secara keseluruhan, karena kaum muda terimbas lebih parah akibat krisis keuangan.”(voi/nov)

Share