TRANSINDONESIA.CO – Kacung istilah bagi pesuruh yang sangat loyal kepada ndoronya, apapun perintah sang ndoro langsung siap dilaksanakan.
Kacung ini biasanya sudah dianggap orang dalam/orang dekat dengan keluarga inti ndoro, bahkan juga bisa dianggap sebagai abdi kinasih (pembantu yang dikasihi).
Makam para abdi kinasih ini di dekat makam-makam ndoronya sebagai tanda loyal dan berbakti. Namun, ya tetap saja menjadi pelengkap penderita, bolo dupak bagi yang hanya menjadi jaran keplakan/unthul munyuk sampai matinya sekalipun.
Udeng disini sebagai akronim dari utek dengkul yang sebenarnya merupakan analogi bagi orang-orang yang hanya mengandalkan okolnya dan mengabaikan akalnya.
Di zaman millennium, para kacung yang berudeng pun hampir setiap hari dan disetiap lini memamerkan ketolol-tololannya.
Ada yang perorangan, ada kelompok ada yang atas nama institusi/birokrasi, membangga-banggakan kalau menjadi bagian dari kroni/grup dari penguasa birokrasi/menjadi pesuruh/orang kepercayaan dinasti.
Hidupnya mmg hanya untuk mengabdi, menjadi selang dan menjadi penjaga asset-aset atau lahan bagi kepentingan kaum ndoro.
Para kacung ini bertingkat-tingkat dan ada spesialisasi/spesifikasinya, yang istimewa akan ada di sekitar ndoro sebagai ring 1, yang kacung gupak atau kacung katut menjadi ring 2 atau ring 3.
Namanya juga bolo dupak tetap saja menjadi genep-genep (pelengkap penderita), bias juga karena kesetiaannya para kacung katut naik gradenya bahkan menjadi hampir sama dengan ndoronya. Namun, ya sekali lagi dan lagi-lagi hanya udenglah kebanggaanya dan yang diunggul unggulkannya.(CDL-Jkt150415)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana