
TRANSINDONESIA.CO – Implementasi politik adalah keputusan atau kebijakan yang di ambil oleh pemimpin baik pada eksekutif, legislatif mupun yudikatif. Keputusan atau kebijakan itu diambil berkaitan dengan kekuasaan dan penguasaan sumber daya, pengaturan atau penataan, pemberdayaan, perijinan, pengaawsaan, pelayanan publik, pencegahan, pemilihan umum,pembangunan bahkan upaya paksa.
Setiap keputusan atau kebijakan, ada konsekwensi bagi hidup dan kehidupan bnyak orang. Kebijakan yang baik dan benar akan membawa dampak bagi kemaslahatan banyak orang, sebaliknya kebijakan yang salah menjadi musibah bagi banyak orang.
Politik penuh dengan trik dan intrik untuk saling mempengaruhi. Power menjadi back bone bagi politik.
Power tersebut berupa sumber daya yang antara lain: pangkat, jabatan, kewenangan, kekuasan, uang, pengetahuan, massa, teknologi, dukungan dari stake holder.
Trik dan intrik inilah merupakan kepndaian, keahlian, atau kelihaian dalam mengolah atu dalam mengayun power tersebut dalam berbagai kebijakan yang akan menjadi issue penting yang terjdi dalam masyarakat.
Setiap kebijakan akan berdampak, disinilah kecerdikan para politikus memberdayakan dan memaknai dalam berbagai kepentingan.
Pada politik yang berhati nurani adalah kepentingan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Sedngkan politik-politik yang namanya bisa bervariasi (sesuai dengan konteksnya) adalah politik dalam kaitan kekuasaan atau penguasaan sempit bagi pribadi atau kelompoknya.
Kebijakan pada eksekutif, legislatif maupun yudikatif, semua memikirkan dan berupaya dalam kaitan meningkaatkan kualitas hidup msyarakat.
Sebaliknya, kebijakan (wani piro) eksekutif, legislatif dan yudikatif akan berdampak pada diskriminasi tidak adil, demi kepentingan tertentu yang bukan demi peningkatan kualitas hidup masyarakat, akan menjadi celah bagi tumbuh dan berkembangnya korupsi, kolusi, nepotisme dan gratifiksi (KKNG).
Trik dan intrik menjadi semacam permainan karambol atau billiard (bola sodok), ada efek dan pantulan-pantulan yang berpengaruh satu dengan lainnya.
Setiap pukulan bukanlah pada titik sasaran namun, pada bagian-bagian lainnya. Tetapi, disinilah politik mampu memainkan perannya dan mampu mengobok-obok perasaan dan suasana hati banyak orang.
Politik bisa mendinginkan dan bisa memprovokasi untuk memanaskan suasana. Politik sering dilabel yang abadi hanyalah kepentingan, karena tidak ada musuh dan sahabat yang abadi. Parahnya, tatkala spirit wani piro masuk dalam roh dan jiwa politikus akan berdampak luar biasa bagi banyak orang. Politik wanipiro inilah akan mencederai atau mengakibatkan politiknya menjauh dari sebagai yang seharusnya. Karena awalnyapun akan dimulai dari kebohongan-kebohongan publik, money politic dan sebagainya.
Bagi Polisi, mengahadapi berbagai dampak masalah dari trik dan intrik politik memang harus cerdas dan berpikir holistik dan sistemik. Mampu memahami makna yang terjadi dibalik gejala atau fakta dan mampu memahami model-model yang dibngun baik secara konseptual maupun operasionalnya.
Sehingga pendekatan-pendekatan untuk mengantisipasi dampak yang memang bisa segera diatasi atau setidaknya tidak menjadi bulan-bulanan.
Berpikir holisitik adalah kemampuan mengurai, mengkategorikan dan menghubung-hubungkan suatu gejala atau fakta berkaitan dengan apa, bagaimana dan mengapa gejala atau fakta itu terjadi.
Setelah mampu dibuat pengkategorian dan model-model serta prediksi-prediksinya lalu dipahami ada apa sebenarnya dibalik gejala atau fakta itu.
Pemahaman inilah yang memberi makna bahwa Polisi akan semakin mudah dalam memprediksi atau mengantisipasi, menangani dan memberikan solusi.
Dengan demikian, Polisi memang memiliki banyak model-model Pemolisian dalam menangani berbagai dampk masalah.
Politik yang penuh dengan trik atau intrik berdampak pada masalah-masalah lainya. Kebijaka-kebijakan politik merupakan batu pemantik atau api penyulut terhadap kepentingan-kepentingan kelompok dan pribadi untuk memonopoli dalam memberdayakan dan mendistribusikan sumber daya.
Politik berhimpitan dengan konflik, dan menangani dampak masalah politik bagi polisi diperlukan:
- Keberanian (karena bersih dan tidak ada urusan dengan kepentingan politik, maknanya tidak diperbudak kekuasan atau penguasaan dan bukan produk hutang budi dari para politikus).
- Kecerdasan (mampu mengkategorikan, menghubung-hubungkan, membangun model dan memahami, memprediksi, memberikan makna yang dibalik gejala atau fakta dengan berbagai pendekatan dan melihat secara teoritikal maupun operasional).
- Kepemimpinan yang transformatif (pemimpin yang visioner, dipercaya internal maupun eksternal dan menjadi ikon perubahan).
- Mampu membuat program-program unggulan yang melibatkan semua stake holder untuk berperan aktif dalam pra, saat atau pasca kejadian (membuat model Pemolisian berbasis penanganan dampak masalah-idpoleksosbudkamsel).
- Mampu membuat issue yang menenangkan dan mengcounter issue yang memprovokasi
- Kepercayaan dan harapan yang besar dari masyarakat kepada Polisi melalui berbagai kinerja yang profesionl, cerdas, bermoral dan modern.
Kepercayaan merupakan pilar dan fondasi yang hakiki bagi Polisi dalam mengimplementasikan Pemolisianya.
Menjadi profesional cerdas dan bermoral serta modern untuk mampu mengantisipasi, memberikan solusi dan rehabilitasi. Polisi tidak mudah dibuly dan diobok-obok oleh siapapun, termsuk media ikut menebar isue-isue dalam keruhnya suasana.
Kalau kita berpikir model maka, pola Pemolisian dengan modeel penanganan dampak masalah (idpoleksosbudkamsel) harus segera dibuat.
Tatkala cara berpikirnya lateral (datar-datar saja) dan gedandapan reaktif dan emossional dalam Pemolisianya maka, akanlah terus menjadi kambing hitam dan diobok-obok dan diaduk-aduk emosinya.
Mampu dan beranikah untuk mengcounternya? Atau hanya pasrah dengan uniform yang penuh dengan aksesoris-aksesoris serta arit yang mulai kethul di ladang tandus?.(CDL-170115)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana