TRANSINDONESIA.CO – Pemimpin kelompok oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan, ia dan para pendukungnya akan tetap mendorong untuk melakukan amandemen atas pasal-pasal dalam konstitusi yang melarangnya bertarung dalam pemilu presiden Myanmar tahun depan.
Dalam wawancara ekskusif dengan VOA hari Minggu (23/11/2014), pemenang anugerah Nobel Perdamaian itu mengatakan penting bagi dirinya dan para pendukungnya untuk terus melakukan lobby demi perubahan.
“Kita tidak pernah berharap hal ini akan berlangsung mudah tetapi yakin bahwa hal ini mungkin dilakukan. Pertanyaannya adalah kapan? Jika kita bisa mengubah konstitusi ini lebih awal, akan lebih baik bagi negara ini. Kita membutuhkan keberanian dan kemampuan untuk mengubah apa yang dibutuhkan guna kondisi negara yang lebih baik,” ujar Suu Kyi.
Suu Kyi juga mengatakan partainya, Liga Nasional Untuk Demokrasi (NLD), juga siap mewakili seluruh warga Myanmar untuk bersuara tentang hal ini.
“Mengapa kita tidak menyelenggarakan referendum di seluruh negara? Kita sangat siap untuk itu. Dengan cara demikian, kita bisa mengetahui pandangan-pandangan pihak lain juga,” tambah Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi menanggapi pernyataan Panglima Militer Myanmar Aung Hlaing yang meremehkan upaya NLD untuk mengumpulkan lima juta tanda tangan guna melakukan amandemen konstitusi.
Dalam wawancara eksklusif dengan VOA hari Sabtu (22/11/2014), Jenderal Myanmar itu mengatakan pasal-pasal konstitusi yang dipertanyakan tidak ditujukan pada Aung San Suu Kyi.
“Pembatasan ini tidak ditujukan pada satu individu atau kelompok atau kelompok etnis tertentu, tetapi mencakup seluruh negara. Masalah lain adalah kita harus mempertimbangkan situasi yang ada sejak periode pra-kemerdekaan, dan kita punya begitu banyak masalah imigrasi karena kita adalah negara yang memiliki penduduk sangat padat,” kata Jenderal Hlaing.
Pasal yang dipertanyakan adalah larangan bagi siapapun untuk menjadi presiden jika mereka memiliki pasangan (suami atau istri) atau anak yang merupakan warga negara asing. Aung San Suu Kyi dilarang karena kedua putranya adalah warga negara Inggris. Mendiang suaminya juga warga negara Inggris.
Ketika ditanya apakah ia mungkin mengadakan pertemuan empat mata dengan Aung San Suu Kyi, Jendral Aung Hlaing mengatakan pembicaraan semacam itu dengan pemimpin NLD tersebut “sulit dilakukan”, dengan mengatakan niat politiknya mungkin tidak sama. Tetapi ia menambahkan bahwa ia tidak mengesampingkan kemungkinan pertemuan itu, dengan mengatakan pertemuan itu mungkin diselenggarakan jika diperlukan.
Untuk pertama kalinya panglima angkatan bersenjata yang sangat berpengaruh itu dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan Aung San Suu Kyi bulan lalu dalam suatu pembicaraan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dengan 14 pesaing politik dan pemimpin militer Myanmar. Pembicaraan itu telah memicu tekad untuk membahas reformasi politik dan perundingan damai.
Tetapi banyak tokoh oposisi mengecam pertemuan itu menghindari dialog yang bermakna.
Aung San Suu Kyi kemudian menuntut pertemuan empat pihak dengan Presiden Thein Sein, Jendral Hlaing dan Ketua DPR. Tetapi Presiden Thein Sein tampaknya menampik gagasan ini dalam wawancara dengan VOA hari Kamis (20/11/2014) di kediamannya.
“Pembicaraan adalah cara yang baik untuk menemukan solusi politik tetapi jika hanya dilakukan oleh kami berempat, tidak cukup inklusif”, ujar Presiden Thein Sein.
Thein Sein – mantan purnawirawan jendral berusia 69 tahun – telah menjadi presiden Myanmar sejak tahun 2011, pasca menjabat sebagai perdana menteri selama empat tahun. Sebelumnya Myanmar benar-benar berada di bawah kekuasaan militer selama hampir lima puluh tahun – yaitu dari tahun 1962 hingga 2010.
Thein Sein mengatakan kepada VOA, ia belum memutuskan apakah akan kembali bertarung untuk masa jabatan kedua atau tidak.(voa/fen)