Trump akan Tunjuk Kash Patel sebagai Kepala FBI
TRANSINDONESIA.co | Donald Trump, Presiden terpilih dari Partai Republik, pada Sabtu (30/11) mengisyaratkan akan memilih mantan pejabat Keamanan Nasional dan loyalisnya, Kash Patel, untuk memimpin Biro Penyelidik Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI). Hal itu menjadi sinyal kuat untuk menggeser direktur badan investigasi negara itu saat ini, Christopher Wray.
Patel, yang selama masa jabatan pertama Trump menjabat sebagai penasihat Direktur Intelijen Nasional dan Menteri Pertahanan, sebelumnya mengusulkan agar peran FBI sebagai pengumpul informasi intelijen dihapus. Ia juga menyarankan FBI membersihkan jajarannya dari karyawan yang tidak mendukung agenda Trump.
“Masalah terbesar yang dihadapi FBI adalah masalah intelijennya. Saya akan menghancurkan komponen itu. Pada hari pertama, saya akan menutup gedung FBI Hoover dan membukanya kembali keesokan harinya sebagai museum negara bagian yang tersembunyi,” kata Patel dalam wawancara pada September di acara Shawn Ryan Show yang beraliran konservatif.
“Dan saya akan memindahkan 7.000 karyawan yang bekerja di gedung itu dan mengirim mereka ke seluruh Amerika untuk mengejar penjahat. Jadilah polisi. Kalian polisi. Jadilah polisi,” kata Patel.
Dengan mencalonkan Patel, Trump memberi isyarat bahwa ia akan merealisasikan ancamannya untuk menggantikan Wray meskipun masa jabatan 10 tahunnya di FBI baru akan berakhir pada 2027. Wray sendiri adalah seorang Republikan yang pertama kali ditunjuk oleh Trump,
Secara hukum, direktur FBI memiliki masa jabatan 10 tahun, sebagai upaya agar terhindar dari campur tangan politik.
Wray, yang ditunjuk Trump setelah memecat James Comey pada 2017 karena menyelidiki kampanyenya pada 2016, sering menjadi sasaran kemarahan pendukung Trump.
Selama masa jabatan Wray, FBI melakukan penggeledahan yang disetujui pengadilan di Mar-a-Lago, kediaman Trump, untuk mencari dokumen rahasia. Ia juga mendapat kritik pedas terkait perannya dalam mengawasi arahan Jaksa Agung Merrick Garland untuk melindungi dewan sekolah lokal dari ancaman kekerasan dan pelecehan.
Patel, 44 tahun, sebelumnya bekerja sebagai pembela umum federal dan jaksa federal, muncul sebagai tokoh kontroversial selama masa jabatan pertama Trump di Gedung Putih.
Ia memiliki peran kunci dalam memimpin penyelidikan Partai Republik di DPR terkait investigasi FBI pada 2016 yang menyelidiki hubungan antara kampanye Trump dan Rusia, selama masa jabatannya sebagai ajudan mantan Ketua Komite Intelijen DPR, Devin Nunes.
Selanjutnya, selama persidangan pemakzulan pertama Trump, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional Fiona Hill memberi tahu penyidik DPR bahwa ia khawatir Patel secara diam-diam bertindak sebagai penghubung antara Trump dan Ukraina tanpa izin.
Patel membantah tuduhan tersebut.
Setelah Trump mengakhiri jabatannya pada Januari 2021, Patel termasuk di antara sejumlah orang yang ditunjuk Trump untuk mengakses catatan kepresidenannya. Ia juga menjadi salah satu dari sedikit mantan pejabat pemerintahan Trump yang mengklaim, tanpa bukti, bahwa Trump mencabut status rahasia atas catatan tersebut.
Ia kemudian dipanggil untuk hadir di hadapan dewan juri agung sehubungan dengan penyelidikan tersebut.
Sebagai warga negara biasa, Patel menulis buku berjudul “Government Gangsters.” Pada 2023, Trump mengatakan buku itu akan digunakan sebagai “peta jalan untuk mengakhiri Pemerintahan Deep State.”
Nominasi Patel diperkirakan akan menghadapi penolakan di Senat, baik dari Demokrat maupun beberapa Republikan, meskipun Patel telah mendapatkan dukungan publik dari beberapa tokoh Republik terkemuka, seperti Jaksa Agung Texas Ken Paxton. [voa]