Jurnalis Prancis Tolak Larangan Mengenakan Hijab untuk Foto Kartu Pers

TRANSINDONESIA.co | Seorang jurnalis Maroko yang berhijab dan tinggal di Paris mengatakan pada Jumat (31/5) bahwa dia mengajukan banding terhadap terhadap aturan yang melarang perempuan menggunakan foto berhijab dalam kartu identitas pers Prancis.

Manal Fkihi mengatakan permohonan kartu persnya ditolak sehingga menyulitkan pekerjaannya.

“Penting untuk menerima kami apa adanya,” kata perempuan berusia 25 tahun itu kepada Reuters. Banding ini “adalah langkah awal untuk melawan marginalisasi perempuan berhijab dalam profesi ini”.

Fkihi mengatakan permohonannya ditolak oleh komisi kartu pers CCIJP, yang menyatakan bahwa foto identitas harus memenuhi standar yang sama dengan paspor.

Prancis melarang penggunaan penutup kepala dalam foto paspor, berbeda dengan Inggris yang memperbolehkannya karena alasan keagamaan.

CCIJP mengatakan, meskipun independen, mereka menjalankan tugasnya untuk negara dan mengikuti standar yang sama dengan dokumen resmi. Dikatakan bahwa tetap menggunakan format paspor lebih baik untuk alasan keamanan.

Fkihi akan mengajukan banding ke CCIJP, dengan alasan bahwa peraturannya diskriminatif dan kartu pers adalah kartu profesional, bukan suatu bentuk tanda pengenal, kata pengacaranya Slim Ben Achour. Jika gagal, dia akan membawa masalah tersebut ke pengadilan tata usaha negara.

Prancis memberlakukan undang-undang untuk melindungi prinsip sekularisme yang menurut Presiden Emmanuel Macron sedang terancam oleh “separatisme Islamis”. Prancis sendiri merupakan salah satu negara di Eropa yang jumlah penduduknya Muslimnya paling sedikit.

Beberapa kelompok hak asasi manusia mengatakan undang-undang tersebut menargetkan umat Islam.

Pegawai negeri dan murid sekolah dilarang mengenakan simbol dan pakaian keagamaan di Prancis.

Tidak ada undang-undang nasional yang mengatur pekerja swasta. Namun beberapa organisasi, seperti National Bar Association serta kelompok media Radio France dan France Media Monde, menetapkan peraturan mereka sendiri.

Fkihi mengatakan dia pernah ditawari pekerjaan jurnalisme televisi dengan syarat dia tidak mengenakan jilbab.

“Yang mengherankan adalah lowongan tersebut ditujukan untuk posisi berbahasa Arab. Mereka menginginkan keahlian kami, tetapi tanpa identitas kami,” tukasnya. [voa]

Share