Candu Sang Pemimpin

TRANSINDONESIA.co | Post power syndrome dalam kehidupan sosial biasanya menimpa mantan pemimpin  yang kecanduan previlege dan ingin terus mendapat posisi istimewa. Para pemimpin yang kecanduan keistimewaan, harga dirinya akan terus ditinggikan dan akan terus mengeluh, menyalahkan, bahkan mengkritik mencari kesalahan atau kekurangan atas hal hal yang sebenarnya urusan personal.

Berbagai masalah personal dijadikan gesekan bahkan benturan indtitusional maupun kelompok yang berefek nyinyir. Getaran getaran jiwa kekecewaan merasa terabaikan lama kelamaan akan menjadi keras yang mengguncang kejiwaannya. Apa yang dipikirkan dikatakan dan yang dilakukan koprol koprol semua dan saling bertentangan satu sama lain. Esuk dele sore tempe mbengi tahu. Mencla mencle tanpa tahu malu menuntut tanpa ada jasa. Kesenangannya membuat isu yang memicu keresahan yang membingungkan sekaligus memilukan.

Merasa paling, dari paling top sampai paling menderita. Candu diistimewakan dan mendapat keistimewaan sebenarnya penuh kepura puraan atau sebatas seremonial, pencitraan semu. Keutamaan tak lagi diutamakan. Candu keistimewaan dan diistimewakan menunjukan produk birokrasi patrimonial. Remuk redam ketidak solidan karena saling tikam, saling hujat, saling menyalahkan, saling membuka aib. Jumawa lupa kepada yang maha kuasa. Nggege mongso, pung nak pung no, memaksakan kehendak dan mencari enak dan senangnya sendiri.

Bagi pemimpin yang kecanduan  tidak akan pernah mengakui dan menolak mentah mentah dianggap kecanduan, namun di setiap celah kehidupannya merefleksikan suatu kejumawaan, ketamakan yang penuh amarah.

Dampak dari candu sang pemimin tentu menyusahkan bagi kaum yang termarginalkan. Candu itu bisa dipahami dari berbagai sudut pandang.

Sopo Salah Seleh : siapa saja yang salah akan dihukum atau terkena hukuman pandangan dari hukum tabur tuai.
Koplo: tong kosong berbunyi nyaring, pemimpin yang kecanduan pikiran perkataan dan perbuatannya jauh dari logika kewarasan. Peduli orang susah karenanya yang penting senang dan menang. Perilakunya jumawa lali ora kathokan: kecanduan menjadi lupa. Ngah ngoh: seperti kerbau tolah toleh.

Demi kepentingannya akan melakukan apa saja hinga perang bintang bintang bida dilakukannya, walau besar dampaknya bagi hajat hidup orang banyak. Hilang rasa kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.

Analoginya tak mampu lagi tahu mana anjing mana kambing. Yang dilakukan bagai geger genjik udan kirik, anak celeng degleng yang lari sana lari sini nabrak nabrak demi mencari kenikmatan dan kepuasan sesaatnya. Kemampuannya sebatas jaran keplakan: jadi pancal pancalan dan tunggangan dan kepentingan. Kelasnya unthul munyuk: monyet yang koprol koprol diberi pisang, nggregeli tanpa nyali kehilangan akal bagi keutamaan. Kapasitas Bolo dupak: sebatas ganjel kebesaran ndoro. Sendiko dhawuh: siap grak. Pungnak pungso (mumpung penak mumpung kuwoso): jumawa dalam kuasa.
Gerakannya bagai tumo kathok: lambat lambat tanpa sadar semua sudah lumat

Sopo siro sopo ingsun : siapa anda siapa saya, segalanya dijadijan pasar, wani piro? Tatkala ada kuasa bagai dewa, tiada kuasa seakan menjadi gila. Profesi bukan jalan hidup, tugas pokok sebatas pokoknya tugas. Kuasa bagai dewa, bila posisi tepat dan bisa dinikmati, kalau terlalu dekat maka akan bisa mati. PemimpinTRANSINDONESIA.co | Post power syndrome dalam kehidupan sosial biasanya menimpa mantan pemimpin yang kecanduan previlege dan ingin terus mendapat posisi istimewa. Para pemimpin yang kecanduan keistimewaan, harga dirinya akan terus ditinggikan dan akan terus mengeluh, menyalahkan, bahkan mengkritik mencari kesalahan atau kekurangan atas hal hal yang sebenarnya urusan personal.

Berbagai masalah personal dijadikan gesekan bahkan benturan indtitusional maupun kelompok yang berefek nyinyir. Getaran getaran jiwa kekecewaan merasa terabaikan lama kelamaan akan menjadi keras yang mengguncang kejiwaannya. Apa yang dipikirkan dikatakan dan yang dilakukan koprol koprol semua dan saling bertentangan satu sama lain. Esuk dele sore tempe mbengi tahu. Mencla mencle tanpa tahu malu menuntut tanpa ada jasa. Kesenangannya membuat isu yang memicu keresahan yang membingungkan sekaligus memilukan.

Merasa paling, dari paling top sampai paling menderita. Candu diistimewakan dan mendapat keistimewaan sebenarnya penuh kepura puraan atau sebatas seremonial, pencitraan semu. Keutamaan tak lagi diutamakan. Candu keistimewaan dan diistimewakan menunjukan produk birokrasi patrimonial. Remuk redam ketidak solidan karena saling tikam, saling hujat, saling menyalahkan, saling membuka aib. Jumawa lupa kepada yang maha kuasa. Nggege mongso, pung nak pung no, memaksakan kehendak dan mencari enak dan senangnya sendiri.

Bagi pemimpin yang kecanduan tidak akan pernah mengakui dan menolak mentah mentah dianggap kecanduan, namun di setiap celah kehidupannya merefleksikan suatu kejumawaan, ketamakan yang penuh amarah.

Dampak dari candu sang pemimin tentu menyusahkan bagi kaum yang termarginalkan. Candu itu bisa dipahami dari berbagai sudut pandang.

Sopo Salah Seleh : siapa saja yang salah akan dihukum atau terkena hukuman pandangan dari hukum tabur tuai.

Koplo: tong kosong berbunyi nyaring, pemimpin yang kecanduan pikiran perkataan dan perbuatannya jauh dari logika kewarasan. Peduli orang susah karenanya yang penting senang dan menang. Perilakunya jumawa lali ora kathokan: kecanduan menjadi lupa. Ngah ngoh: seperti kerbau tolah toleh.

Demi kepentingannya akan melakukan apa saja hinga perang bintang bintang bida dilakukannya, walau besar dampaknya bagi hajat hidup orang banyak. Hilang rasa kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.

Analoginya tak mampu lagi tahu mana anjing mana kambing. Yang dilakukan bagai geger genjik udan kirik, anak celeng degleng yang lari sana lari sini nabrak nabrak demi mencari kenikmatan dan kepuasan sesaatnya. Kemampuannya sebatas jaran keplakan: jadi pancal pancalan dan tunggangan dan kepentingan. Kelasnya unthul munyuk: monyet yang koprol koprol diberi pisang, nggregeli tanpa nyali kehilangan akal bagi keutamaan. Kapasitas Bolo dupak: sebatas ganjel kebesaran ndoro. Sendiko dhawuh: siap grak. Pungnak pungso (mumpung penak mumpung kuwoso): jumawa dalam kuasa.

Gerakannya bagai tumo kathok: lambat lambat tanpa sadar semua sudah lumat

Sopo siro sopo ingsun : siapa anda siapa saya, segalanya dijadijan pasar, wani piro? Tatkala ada kuasa bagai dewa, tiada kuasa seakan menjadi gila. Profesi bukan jalan hidup, tugas pokok sebatas pokoknya tugas. Kuasa bagai dewa, bila posisi tepat dan bisa dinikmati, kalau terlalu dekat maka akan bisa mati. Pemimpin yang kecanduan akan mati matian memperebutkan untuk dominan dan mendominasi sumber daya walau sebatas memuaskan diri dan kroninya. Chrysnanda Dwilaksana

Fajar

menyingsing 090723 yangbkecanduan akan mati matian memperebutkan untuk dominan dan mendominasi sumber daya walau sebatas memuaskan diri dan kroninya. Chrysnanda Dwilaksana

Fajar menyingsing 090723

Share