Moralitas Polisi dalam Pemolisiannya sebagai Penolong
TRANSINDONESIA.co | Polisi bekerja melalui pemolisiannya baik di ranah birokrasi maupun ranah masyarakat untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Keutamaannya pada kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban, yang semua itu hakekatnya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Dengan adanya keamanan dan rasa aman, warga masyarakat dapat melakukan aktifitasnya untuk menghasilkan produksi yang dapat membuat mereka hidup tumbuh dan berkembang.
Secara singkat dalam bahasa jawa dapat dikatakan ” nguwongke ” atau secara umum dapat dipahami untuk memanusiakan manusia dan semakin manusiawinya manusia. Mengangkat harkat dan martabat manusia. Di situ dapat ditunjukan bahwa segala usaha dan upaya kepolisian secara manajemen maupun operasional adalah untuk menjaga kehidupan dengan terjamin keamanan dan rasa aman, terwujud dan terpeliharanya keteraturan sosial.
Polisi dalam menyelenggarakan tugasnya secara preemtif, preventif, represif bahkan merehabilitasi berbasis atau mengacu pada aturan hukum. Namun sejatinya polisi tidak sebatas penegak hukum semata, juga menegakan keadilan. Hukum adalah ikon peradaban. Tatkala menegakan hukum tidak diketemukan rasa keadilan, rasa kemanusiaan maka polisi boleh mengambil kebijaksanaan bahkan mengabaikan hukum tsb melalui : diskresi, alternative dispute resolution maupun restorstive justice.
Polisi boleh mengambil tindakan tersebut dengan landasan:
1. Kemanusiaan,
2. Keadilan,
3. Kepentingan yang lebih luas,
4. Edukasi.
Nilai nilai moral yang berlaku di dalam masyarakat juga menjadi acuan polisi dalam pemolisiannya. Prinsip prinsip yang dilakukan sama namun gayanya dapat bervariasi dan dapat menyesuaikan corak masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian polisi dalam menegakan hukum dapat dikatakan membangun peradaban dan berjuang demi kemanusiaan.
Jiwa yang paling mendasar sebagai polisi adalah menjadi penolong yang setidaknya mencakup:
1. Polisi bekerja melalui pemolisiannya baik di ranah birokrasi maupun ranah masyarakat untuk kemanusiaan, keteraturan sosial, pembangunan peradaban
2. Hakekat pemolisiannya berorientasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman dalam hidup dan kehidupan masyarakat.
3. Tujuan pemolisiannya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat manusia,demi semakin manusiawinya manusia
4. Pemolisiannya bersifat: Preemtif, Preventif, Represif dan Rehabilitasi.
5. Penegakam hukum dan keadilan menunjukan sebagai ikon peradaban
6. Kewenangan: Diskresi, Alternative Dispute Resolution maupun Restorstive Justice delakukan demi:
a. Kemanusiaan
b. Keadilan
c. Kepentingan yang lebih luas
d. Edukasi.
7. Moralitas pemolisiannya juga mengacu nilai nilai moral yang berlaku di dalam masyarakat
8. Pola pemolisiannya menerapakan satu prinsip seribu gaya dengan menyesuaikan corak masyarakat dan kebudayaanya
9. Pemolisiannya menunjukan sebagai Pejuang Kemanusiaan yang direfleksikan sebagai penolong.
10. Peka, Peduli, Empati dan berbelarasa bagi kemanusiaan, dan keteraturan sosial
Tatkala lemah atau rendah kualitas atau bahkan tidak memiliki jiwa penolong maka tindakannya akan selalu “ngeles sana ngeles sini”. Apa yang terjadi? Mencari alasan, lempar sana lempar sini dan mencari enaknya sendiri. Biasanya jauh dari kebenaran, yang dilakukan sebatas pembenaran pembenaran. Empati dan belarasanya kepada yang menderita dilakukan jika terpaksa atau tatkala dilihat atau diperintah pimpinannya. Kejumawaan, ketamakan dan amarah yang terefleksi dalam pikiran, perkataan dan perbuatannya yang akan menggerakkan kewenangannya demi keuntungan pribadi maupun kroninya semata. Sifatnya akan menjadi safety player. Lempar handuk kalau tidak menguntungkan. Baik karena ada maunya atau terpaksa karena takut dipindahkan dari posisinya.
Jiwa polisi adalah jiwa penolong. Memiliki empati dan belarasa kepada manusia dan kemanusiaannya yang begitu besar. Jiwa voulenteernya juga tinggi sehingga bekerja dalam pemolisiannya berbasis kesadaran. Karena polisi bertugas untuk “nguwongke, menyadarkan, membantu, memberi teladan, membela kebenaran dan banyak hal kemanusiaan lainnya”. Dasar jiwa penolong ini yang menguatkan pemolisiannya untuk dapat menjadi penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.
Tugas polisi melalui pemolisiannya ambigu dan berpotensi konflik atau berdampak pada citra. Pekerjaan polisi pada hakekatnya adalah untuk memanusiakan demi semakin manusiawinya manusia. Oleh sebab itu pemolisian sebagai upaya polisi menjaga kehidupan dan membangun peradaban serta berjuang bagi kemanusiaan adalah seni.
Membangun pemolisian berbasis seni budaya dan pariwisata dapat dikatakan sebagai art policing. Basis polisi dan pemolisan yang sejalan dengan keutamaannya adalah moralitas.
Moralitas dibangun atas dasar “kesadaran ” orang yang sadar akan bertanggung jawab dan disiplin. Moralitas dalam pemolisian setidaknya dapat dilakukan langkah langkah sbb:
1. Ada role modelnya.
Ada tokoh di berbagai bagian dan lini kepolisian patut jadi contoh
2. Mengajarkan dan melatihkan keutamaan polisi dan pemolisiannya melalui core valuenya pada kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban
3. Membangun budaya malu untuk tidak berbuat cela
4. Memberikan penghargaan bagi orang orang yang baik dan benar sebagai local heroes
5. Membangun marwah lembaga pendidikan sebagai wadah pendidikan bagi para:
a. Petugas penjaga kehidupan
b. Pembangun peradaban
c. Pejuang kemanusiaan
6. Pola pengasuhan penanaman budaya kepolisian:
a. Olah jiwa yang dapat dikaitkan dalam spiritualitas keagamaan
b. Olah rasa diimplementasikan pada kecintaan akan seni dan budaya
c. Olah raga menumbuhkemnagkan potensi kebugaran raga
7. Membangun lingkungan kerja kepolisian dalam nuansa kemanusiaan
8. Mengimplementasikan polisi sebagai penegak hukum dan keadilan
9. Mata pelajaran/ kurikulumnya dapat diklaster yang dikategorikan sbb:
a. Mata pelajaran dasar :
1) nilai nilai keindonesiaan 2) nilai nilai kebhayangkaraan
3) karakter kepwmimpinan
4) etika publik (anti korupsi ) 5) budaya dan gaya hidup sebagai polisi
6) filsafat ilmu pengetahuan dan metodologi penelitian
b. Mata pelajaran pokok atau inti yang berbasis pada ilmu kepolisian:
1) ilmu ilmu sosial dan humaniora, 2) hukum, penegakan hukum dan keadilan, 3) penanganan pelanggaran, kejahatan dan penyimpangan sosial, 4) administrasi kepolisian 5) operasional kepolisian, 6) teknik dan teknis pemolisian dari pencegahan, penanganan dan rehabilitasi, 7) studi kasus dan penyelesaian masalah, 8) public relation dan membangun jejaring, 9) model dan alternatif gaya pemolisian, 10) media management, 11) bisa di tambah hal hal yang bersifat kearifan lokal yang sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya, 12) teknologi kepolisian
c. Kapita selekta
Kelompok mata pelajaran yang berkaitan dengan isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat : 1) idiologi, 2) politik 3) ekonomi, 4) sosial budaya 5) pertahanan 6) keamanan dsb
10. Menerapkan sistem reward and punishment diterapkan dengan baik dan benar sesuai prestasi dan dapat dikatakan sebagai :
a. Tindakan anti korupsi
b. Reformasi birokrasi
c. Terobosan kreatif
Polisi dan pemolisiannya merupakan bagian dari kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Citra akan diperoleh tatkala ada ketulusan, kerendahan hati, ketegasan dan keberanian untuk berbuat baik dan memperbaiki serta mampu mengapresiasi orang orang yang baik dan benar sesuai dengan konteksnya. Setiap langkah pemolisian dapat dipertanggung jawabkan secara : moral, hukum, administrasi, fungsional san sosial.**
Chrysnanda Dwilaksana
TegalParang 020423