Iran Bebaskan 7 Aktivis Perempuan dari Penjara
TRANSINDONESIA.co | Iran telah membebaskan sejumlah aktivis dan jurnalis perempuan terkemuka dari penjara Evin di Teheran, kata pegiat hari Kamis (9/2), dengan menunjukkan sebuah video yang memperlihatkan mereka meneriakkan slogan-slogan pro-unjuk rasa di luar kompleks penjara.
Media yang bermarkas di luar Iran mengatakan secara keseluruhan terdapat tujuh perempuan yang dibebaskan, sementara Iran terus menindas unjuk rasa yang dimulai September lalu.
Mereka yang dibebaskan hari Kamis termasuk Saba Kord Afshari, yang ditahan sejak 2019 setelah berkampanye menentang kewajiban berhijab bagi perempuan, dan fotografer terkemuka Alieh Motalebzadeh, yang dipenjara sejak April 2022, menurut laporan.
Setelah dibebaskan, mereka meneriakkan slogan gerakan demonstrasi “Perempuan, Kehidupan, Kebebasan” serta “turunkan para penindas di seluruh dunia,” menurut video yang diunggah Motalebzadeh di akun Twitternya.
Kelompok HAM asal Irlandia, Front Line Defenders, mengatakan bahwa Kord Afshari dan Motalebzadeh “telah memainkan peran penting dalam gerakan hak-hak perempuan dan telah dipenjara secara tidak adil selama beberapa tahun terakhir.”
Tahanan perempuan lainnya yang dibebaskan antara lain Fariba Asadi, Parastoo Moini, Zahra Safaei, Gelareh Abbasid an Sahereh Hossein, yang semuanya pegiat dan beberapa di antaranya telah dipenjara selama beberapa tahun.
Awal pekan ini, Iran membebaskan pengunjuk rasa muda Armita Abbasi, yang kasusnya memicu keprihatinan dunia setelah ia ditangkap Oktober lalu karena berunjuk rasa di kota Karaj, di luar Teheran.
Belum jelas apakah pembebasannya terkait dengan pengumuman kantor pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, di mana ia setuju untuk mengampuni sejumlah besar terpidana, termasuk mereka yang dipenjara karena berdemonstrasi.
Aktivis HAM skeptis terhadap pengumuman itu, mengingat masih banyak tokoh penting lain yang tetap dipenjara dan aktivis masih terus ditangkapi.
“Pengampunan munafik Khamenei tidak mengubah apa pun,” kata Mahmood Amiry-Moghaddam, direktur kelompok Iran Human Rights yang berbasis di Norwegia, dan menyebut hal itu sebagai propaganda.
Pihak berwenang Iran telah menangkap ribuan orang sejak unjuk rasa nasional pecah menyusul kematian Mahsa Amini (22 tahun) 16 September 2022 setelah ditangkap polisi moral karena dituduh melanggar aturan ketat berpakaian bagi perempuan.
Tokoh perempuan yang hingga berita ini diturunkan masih dipenjara di antaranya pembela HAM yang telah memenangkan penghargaan, Narges Mohammadi, dua wartawan yang membantu mengungkap kasus Amini, Niloufar hamedi dan Elaheh Mohammadi, juga warga negara asing, termasuk warga Jerman Nahid Taghavi dan akademisi Prancis Fariba Adelkhah. [voa/afp]