TRANSINDONESIA.co | Oleh: Muhammad Joni, S.H., M.H.
Diracik dari Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang fenomenal atas Uji Materil UU Praktek Kedokteran, norma hukum Satu IDI itu Pasti dan Konstitusional. Yang diulas ringan dalam buku ‘Jejak Advokasi Satu IDI – Rumah Besar Profesi Kedokteran’.
Buku ‘Satu IDI’ ini mengubak denyut advokasi wadah tunggal Organisasi Profesi dokter yang terus mendewasa. Juga, rekam geliat aksi, gelut pemikiran, pun skills praktis litigasi mengawal konstitusionalitas norma Satu IDI. Yang berusaha dinarasikan lugas dan indah bagai Aurora Borealis, agar bedah hukum dicerna santuy, ngotak, praktis, –dan membacanya tanpa kengerian seperti alkisah bedah medis.
Selain pasti, konstitusional, dan dewasa, penulis melekatkan frasa “perlindungan kesehatan rakyat dengan satu standar kompetensi” pada tafsir norma ‘Satu IDI’. Menjadi ‘Satu IDI yang Pro Kesehatan Rakyat, juga!
Manfaat ‘Satu IDI’ itu gayeng juncto happiness untuk semua (for all), bukan urusan kaum dokter dan dunia kedokteran saja. Majelis Pembaca, inilah sajian nomor 56 dari 68 tulisan Buku ‘Satu IDI’.
**
Kamis siang, 26 April 2018 langkah maju dan lurus Prof. Ilham Oetama Marsis (IOM) Ketua Umum PB IDI (saat itu) menghadiri acara penting yang bersejarah. Menanti ketuk palu hakim konstitusi perihal eksistensi IDI sebagai wadah tunggal berhimpunnya profesi kedokteran.
Siang itu banyak dokter senior berada dalam ruangan sidang MK. Ketua Umum PB IDI Prof IOM tampak bersama Sekjen PB IDI Dr. Adib Khumaidi Sp.OT., Dr. Mahesa Paranadipa, MH, dan Ketua Dewan Pakar Prof. DR. Dr. A. Razak Thaha, M.Sc., Sp.G. khusuk mendengar pengucapan putusan MK.
Pas pukul 14.46 WIB ketuk palu Ketua MK sudah dijatuhkan, menandai sahnya putusan dan usainya sidang-sidang yang panjang dan dinamis menguji sejumlah pasal UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran.
Hasilnya? Dari putusan MK No.10/PUU-XV/2017, alhamdulillah, sembilan hakim konstitusi sepakat norma Satu IDI dalam UU Praktik Kedokteran adalah konstitusional.Sebab itu, Satu IDI kokoh dan utuh sebagai rumah besar profesi kedokteran.
“IDI sebagai rumah besar profesi kedokteran diisi berbagai bidang keahlian kedokteran yang di dalamnya meliputi Perhimpunan Dokter Spesialis sebagai salah satu unsur yang menyatu dan tidak terpisahkan dari IDI”, demikian pendapat MK perihal wadah tunggal IDI.
Mengapa wadah tunggal IDI disoal lagi? Sebab permohonan yang meminta kepada MK agar perhimpunan dokter spesialis dimaknai juga organisasi profesi. Dalam sidang-sidang MK, PB IDI menjelaskan alasan historis, yuridis, kompetensi medis dan organisatoris mengapa penting Satu IDI termasuk perhimpunan dokter spesialis dan kolegium kedokteran.
Wadah Satu IDI penting bagi profesi kedokteran dan menjamin perlindungan pasien yang bermakna menjamin hak konstitusional warga atas pelayanan kesehatan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
Sembilan hakim konstitusi kompak sepakat bulat tanpa pendapat berbeda (disenting opinion) perihal Satu IDI sebagai Organisasi Profesi. Tak terbantah lagi konstitusionalitas perhimpunan dokter spesialis dan kolegium kedokteran tetap dalam Satu IDI.
Tak beralasan 31 dokter pemohon meminta perhimpunan dokter spesialis dimaknai sebagai organisasi profesi.
“Jika permohonan pemohon diikuti akan timbul ketidakpastian hukum”, demikian pendapat MK lugas mengulas.
Pertimbangan MK kokohkan sejarah panjang perjuangan IDI sebagai agen pembangunan (Agent of Development) dan agen perubahan (Agent of Change), dan tegaskan eksistensi IDI sebagai Organisasi Profesi. Termasuk kolegium-kolegium kedokteran yang berhimpun dalam Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) dalam Satu IDI.
“Tidaklah berlebihan bila menempatkan Kolegium/Majelis Kolegium sebagai academic body profesi kedokteran”, masih menurut pendapat MK dalam putusan setebal 314 halaman itu.
Ini energi besar bagi Indonesia yang meneguhkan ‘Satu IDI Terus Maju’, seperti semangat dari tagline ulang tahun IDI ke-67, pas 24 Oktober 2017 lalu. Tabik.
(Bersambung #57)