Covid-19 Bikin Kopat Kapit

TRANSINDONESIA.CO – Covid-19 tanpa diduga duga datang bagai serangan fajar dan membuat kepanikan yang cukup besar. Media gencar memberitakan korban mulai berjatuhan.

Di mana mana harus ditutup, jaga jarak bahkan menutup berbagai akses kehidupan sosial. Tak terbilang yang harus menjadi korban. Kesulitan demi kesulitan datang. Waktu kapan tidak yang tahu seolah yang pasti adalah ketidak pastian. Sektor menengah ke bawah dibuat sekarat yang hanya bisa kopat kapit.

Kopat kapit analogi dari ikan yang kekurangan air atau di taruh di daratan ia hanya menggelepar gelepar. Namun manusia sarat akal budi baik mau hanya sekedar menjadi korban maka banyak hal yang dilakukan walau dengan caranya sendiri atau mandiri. Tak mungkin berharap atau meminta dikasihani. Jalanan panjang tak akan mampu dilihat yang dalam menara gading. Apa lagi yang di penuhi lidah lidah pencari kesempatan dalam kesempitan.

Apa yang ada memang harus dapat berdaya guna. Segala daya upaya dan usaha di gerakkan. Rukun gawe santosa. Dengan rukun akan membawa bahagia sejahtera. Kekuatan jiwa manusia untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang dalam kondisi kesulitan melalui solidaritas sosial.

Kepekaan kepedulian bahkan bela rasa ini yang sangat diharapkan. Covid-19 memang menakutkan namun kebangkitan melakukan sesuatu untuk tetap bertahan hidup ini spirit perjuangan patriotisme.

Kepahlawanan di era pandemi Covid-19 ini adalah bela rasa membangun solidaritas sosial. Kekuatan jiwa manusia yang memiliki solidaritas sosial akan sangat kuat. Tak mampu dikalahkan karena ini fitrah dari yang Maha Kuasa. Design apapun menjerumuskan membodohi tak akan mampu mengelabuhi sekalipun mengatasnamakan surga.

Apapun yang terjadi memang harus dihadapi. Bisa berdamai dengan situasi. Bangkit hidup di era baru. Kenormalan bukan saja pada perilaku tetap juda pada jiwa dan budaya. To change the mind set and culture set.

Kita bisa mengingat salah satu syair Rabindranath Tagore, “Sajroning turu aku ngimpi yen urip iku kabungahan, Sajroning tangi aku meningi yen urip iku kuwajiban
Sajroning tandang kuwajiban aku meningi kabungahan”.

Hidup adalah harapan dan kebahagiaan yang bahkan ditemukan bila melaksanakan kewajiban. Karena harapan menjadi kenyataan bukan dari berpangku tangan melainkan dari urun angan sampai turun tangan.

[Chryshnanda Dwilaksana]

Share