“Sarung dan Kopyah ala Indonesia Juga Sunnah Nabi”

TRANSINDONESIA.CO, AMMAN – Pengasuh Pondok Pesantren Skill Jakarta dan Lumajang, KH Muhammad Nur Hayid sedang berada di Amman, Jordania. Disana, Gus Hayid begitu biasa disapa mengisi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, Gus Hayid juga berkesempatan mengaji langsung kepada Syekh Al Alim Al Allamah Habib Sayyid Ouwn Al Qoddumi Al Urduni di Amman, Jordania dalam rangka ‘Ikhtifal Maulidirrasul SAW.

“Ada banyak ilmu yang diberikan langsung oleh keturunan Rasulullah yamg tinggal di Jordan dan sering ke Indonesia ini,” kata Gus Hayid lewat keterangan tertulisnya, Kamis 23 Nopember 2017.

Pertama, kata Gus Gayus tidak ada riwayat satupun bahwa kista Rasulullah hitam sebagai ‘Atsarussujud’ alias bekas dari sujud. Artinya wajah Rasulullah bersih dan bercahaya dan tak ada titik hitamnya di jidatnya.

Gus Hayid dengan Syekh Al Qoddumi.[IST]
“Meski beliau kita tahu dalam banyak riwayat adalah orang yang paling khusyuk, paling banyak dan paling lama sujudnya. Tak ada yang membandingi dan menyamai beliau dalam bersujud,” ucapnya.

Kedua, lanjutnya soal sunnah rasul soal jenggot. Menurutnya, banyak riwayat, kadang jenggot dibiarkan tapi pasti dirapikan. Lalu ada riwayat yang soheh sekepalan tangan beliau, kadang dicukur tipis rapi, bahkan pernah cukur bersih.

“Ketiga, soal imamah atau surban, kadang cuman pakai surban ditaruh di selampirkan seperti orang arab, kadang diudeng-udeng, kadang pakai surban dengan peci, kadang pakai peci atau kopyah aja, kadang gak pakai apa-apa sama sekali alias kelihatan rambutnya beliau,” tutur Gus Hayid.

“Jadi nggak boleh ada yang mengklaim pakai surban dan udengnya paling benar dan pakai Kopyah ala Indonesia juga bagian dari Ihyaussunnah,” tambah Sekjen DPP Himpunan Pengusaha Santri Indonesia ini.

Terakhir, keempat soal cara berpakain dan warna kainnya. Menurutnya, pakaian Rasulullah itu warna warni kadang merah, kuning, biru sering hijau dan lebih sering putih.

“Demikian juga soal isbal, larangan isbal itu karena sombong, kalau tak sombong dan sudah menjadi adat dan tradisi yang pantas, asal tidak israf sampai ‘ngengsreh’ ke tanah, dan gak ada niat sombong. Ya wala ba’sa bihi alias gak apa,” jelas Gus Hayid.

“Lalu soal izar, atau sarung, menurut syekh qoddumi, itu sudah sangat sunnah, karena ada riwayat rasulullah juga mengunakan sarung dan menyukainya untuk dipakai. Lihat sekarang orang umroh dan haji saat berihram semua cara makainya seperti makai sarung, digulung. Itu tandanya bersarung sangat syar’i dan ihyaussunnah. Jadi bersarung yang diajarkan para masyayikh guru guru kita itu tak asal, alias ada rujukan sunnahnya,” sambungnya.

Intinya, ujar Gus Hayid kalau kita mau ikut tata cara Rasulullah seutuhnya kita engga akan mampu, karena kita bukan duplikasi beliau.

“Tidak akan ada yang sesempurna Rasulullah, tapi ikutilah rasulullah semampu kita. Jangan pernah mengklaim paling ahli sunnah, paling benar dan paling mirip rasulullah, karena rasulullah selalu memberikan pilihan kepada sahabatnya dan umatnya sesuai kemampuannya dalam beribadah,” tutup Gus Hayid.

Kesimpulannya, agama itu memberikan koridor yang tegas kalau itu terkait urusan ibadah. Tapi kalau sudah terkait muamalah, dan tata cara berpakaian, berjenggot serta bersurban, sudah pasti berkaitan erat dengan budaya.

Yang pasti, kalau soal pakaian, koridornya menutup aurot ‘dhohiron wa batinan’ alias tidak ketat mbendul-mbendul (terlihat lekukan tubuh/seksi). Wallahu ‘alam bissowab.[DOL]

Share