Masjid Agung Syuhada Saksi Bisu Perjuangan Indonesia

TRANSINDONESIA.co | Masjid Agung Syuhada diresmikan pada 20 September 1952 oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Masjid Syuhada memiliki makna yang mendalam. Masjid ini didirikan di atas tanah milik Keraton Yogyakarta, sebagai tempat ibadah bagi umat Muslim di wilayah Kotabaru, yang pada saat itu merupakan bekas pemerintahan kolonial Belanda.

Masjid Agung Syuhada, sebuah bangunan yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia.

Masjid Syuhada dibangun untuk mengenang peristiwa heroik 7 Oktober 1945, ketika terjadi pertempuran antara pemuda pejuang Indonesia dan tentara Jepang. 21 pemuda gugur sebagai syuhada, dan masjid ini menjadi simbol penghormatan bagi mereka.

Ditetapkan sebagai cagar budaya Indonesia, arsitektur Masjid Syuhada memuat simbol-simbol yang menyampaikan pesan-pesan penting. Terdapat tiga penanda utama dalam desainnya, yaitu Penanda Kebangsaan, Penanda Keislaman, dan Penanda Budaya.

Pada Penanda Kebangsaan, terdapat anak tangga di pintu masuk masjid yang berjumlah 17, melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di sisi kanan dan kiri tangga terdapat pilaster berbentuk hexagon, dan di atasnya terdapat kubah kecil yang berjumlah empat, diikuti oleh kubah besar, melambangkan angka-angka bersejarah bagi perjalanan bangsa.

Penanda Keislaman terlihat pada ventilasi ruang pengimaman yang berjumlah lima, melambangkan Rukun Islam. Di ruang utama terdapat ventilasi kaca yang berjumlah enam, menggambarkan rukun iman. Semua elemen ini mengajak kita untuk merenungkan makna spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Penanda Budaya ditunjukan dengan bentuk bangunan masjid yang persegi, mencerminkan tradisi arsitektur masjid-masjid kuno. Bentuk ini melambangkan konsep Papat Kiblat Lima Pancer, yang menggambarkan arah tujuan hidup manusia. Masjid ini juga mengadopsi elemen arsitektur Asia Selatan dengan kubah bawang yang terintegrasi dalam struktur bangunan. [nag]

Share