Mengapa Lagu Band Punk Sukatani ‘Bayar Bayar Bayar’ jadi Lagu Tema Demo ‘Indonesia Gelap’?

TRANSINDONESIA.co | Lagu “Bayar Bayar Bayar” karya band punk Sukatani dianggap menyindir institusi kepolisian. Setelah ditarik dari peredaran, lirik lagu punk itu justru dijadikan lagu tema aksi ‘Indonesia Gelap’ pada Jumat (21/2/2025).

“Jangan sampai kita menyesal tidak bisa melukis lagi […] tidak bisa menulis lagi,” ujarnya Pasha, 24 tahun, dalam orasinya di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Berpakaian serba hitam, warga sipil asal Bekasi, Jawa Barat, itu menyerukan kepada ratusan demonstran bahwa publik “harus bersatu” melawan para penguasa.

Pasha menyoroti kelompok musik punk Sukatani yang dilaporkan menarik lagu mereka, “Bayar Bayar Bayar” dari peredaran. Lagu itu disebut-sebut mengkritisi institusi kepolisian.

“Apa yang sudah dilaksanakan para polisi ini kepada Sukatani adalah bentuk yang bisa kita rasakan nanti. Jangan sampai kita merasakan hal yang sama,” teriak Pasha.

“Jangan sampai kita kalah karena mereka memiliki uang, senjata, dan hukum. Kita harus bersatu.”

Sejak aksi Indonesia Gelap pada Kamis (20/02) lirik lagu “Bayar Bayar Bayar” karya band Sukatani kerap dinyanyikan para pengunjuk rasa.

Berdasarkan pantauan tim BBC News Indonesia di lapangan, ratusan demonstran turut berteriak ketika rekaman lagu ini dikumandangkan via pengeras suara.

“Mau bikin SIM bayar polisi/Ketilang di jalan bayar polisi. Mau korupsi, bayar polisi/Mau gusur rumah, bayar polisi/Mau babat hutan, bayar polisi/Mau jadi polisi, bayar polisi,” demikian bunyi lirik lagu tersebut.

“Aduh, aduh, ku tak punya uang/Untuk bisa bayar polisi.”

Para peserta Aksi Kamisan yang mengambil tempat di depan Istana Merdeka pada Kamis (20/02) bahkan menyanyikan lagu ini sambil berjoget di depan para polisi bertugas.

Siapa kelompok musik punk Sukatani dan mengapa “Bayar Bayar Bayar” menjadi viral?

Sukatani merupakan duo musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang beranggotakan gitaris Muhammad Syifa Al Lufti dan vokalis Novi Citra Indriyati.

Kedua musisi ini seringkali menggunakan topeng dalam penampilan mereka.

Lagu “Bayar Bayar Bayar” menggambarkan pengalaman seseorang yang harus selalu membayar ketika berurusan dengan polisi, yang menimbulkan persepsi negatif terhadap citra kepolisian.

Lirik lagu “bayar polisi” menjadi viral di berbagai platform media sosial.

Pada Kamis (20/2/2025), Sukatani mengunggah video klarifikasi dan permintaan maaf melalui akun media sosial mereka.

“Perkenalkan saya Muhammad Syifa Al Lufti dengan nama panggung Alectroguy selaku gitaris. Saya Novi Citra Indriyati nama panggung Twister Angel selaku vokalis dari grup band Sukatani,” ucap mereka.

Dalam video permintaan maaf, band yang biasanya tampil anonim mengenakan topeng diminta untuk tampil tanpa topeng mereka. Lagu mereka juga telah ditarik dari segala platform musik.

BBC telah menghubungi personel dan Sukatani untuk dimintai konfirmasi, namun yang bersangkutan belum berkenan memberikan keterangan.

Betapapun, tagar #kamibersamasukatani trending di X, usai Sukatani mengunggah video klarifikasi dan permintaan maaf kepada Kapolri.

Banyak musisi mendukung band tersebut, tak sedikit warganet mengkritik Polri yang diklaim membungkam kebebasan berekspresi dalam kesenian.

“Di dunia ini tidak ada satu orang pun yang tanpa paksaan dan sukarela meminta maaf divideokan dan mencabut karyanya,” tulis Okky Madasari, sastrawan dan sosiolog, lewat akun media sosialnya.

BBC News Indonesia telah mendapat izin dari Okky untuk mengutip pernyataannya.

Apa tanggapan Kapolri?

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menduga ada miskomunikasi saat menanggapi permintaan maaf dari band Sukatani.

“Tidak ada masalah. Mungkin ada miss, tapi sudah diluruskan,” ujar Sigit seperti dilansir kantor berita Antara, Jumat (21/2/2025).

Sigit menekankan kepolisian tidak anti terhadap kritik dan menerima kritik sebagai masukan untuk evaluasi.

“Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa dan yang penting ada perbaikan, dan kalau mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal-hal yang disampaikan, bisa diberikan penjelasan,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa kritik menjadi pemantik bagi pihaknya untuk memperbaiki institusi agar menjadi lebih baik lagi.

Apa tanggapan musisi dan aktivis?

Vokalis band punk rock MCPR, Alby Moreno, menilai lagu “Bayar Bayar Bayar” justru “menemukan rumahnya” di tengah kontroversi yang terjadi.

“Sebagai penulis lagu, kita pasti akan menulis dan merekam segala bentuk kegelisahan yang kita rasakan. Itu juga bentuk kejujuran musisi terhadap karyanya,” ujar Alby ketika dihubungi BBC News Indonesia, Jumat (21/2/2025).

Lagu “Bayar Bayar Bayar” seolah “menemukan rumahnya” sebagai yel-yel demo ‘Indonesia Gelap’.

Menurut Alby, ini tidak lepas dari hasil karya yang dibuat “berdasarkan hati” sehingga menarik minat banyak orang yang memiliki “kegelisahan yang sama”.

Alby menyebut isu Sukatani di media sosial sudah dibagikan begitu banyak akun sehingga lagu mereka “cukup mewakili bahwa kita semua gelisah tentang kebebasan berekspresi dan berpendapat”.

“Apalagi sebagai musisi, bagi kita [kebebasan] itu mutlak harus kita miliki,” ujarnya.

Alby mengapresiasi baik musisi skena maupun pendengar sama-sama terhubung melalui lagu “Bayar Bayar Bayar”.

“Kita masih dalam satu ruang yang sama. Kita sama-sama merasa senasib sepenanggungan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyesalkan insiden penarikan karya seni dari ruang publik yang dialami Sukatani.

Senada dengan Okky Madasari, Usman mengatakan “tidak mungkin kelompok musik Sukatani membuat video permohonan maaf yang ditujukan kepada Kapolri dan jajarannya” jika tidak ada “tekanan”.

“Amnesty mendesak Kapolri untuk segera mengambil tindakan koreksi atas dugaan adanya tekanan dalam bentuk apa pun kepada kelompok musik Sukatani,” ujarnya, Jumat (21/2/2025).

“Polri harus mengungkap siapa pihak-pihak yang diduga menekan Sukatani untuk membuat video permohonan maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari ruang publik.”

Pada Desember 2024, pembukaan pameran tunggal Yos Suprapto dibatalkan karena beberapa karya pelukis asal Yogyakarta itu dinilai terlalu mengkritik pemerintah. (bbc)

Sumber: bbc.com

Share