Pelajar Papua Pegunungan Tolak Makan Bergizi Gratis, Ini Kata Istana

Istana minta pelajar yang menolak makan bergizi gratis tidak perlu menghalangi pelajar lain yang mau menerima MBG.

TRANSINDONESIA.co | Ribuan pelajar di Wamena, Papua Pegunungan, berunjuk rasa menolak makan bergizi gratis, Senin, 17 Februari 2025. Mereka beralasan lebih membutuhkan sekolah gratis dan fasilitas pendidikan yang lebih memadai.

“Tolak makan bergizi gratis, berikan kami pendidikan gratis,” demikain tertulis di salah satu spanduk. Asken Yohans, salah seorang pelajar yang ikut demo, mengatakan dia dan ribuan siswa di Wamena dan Papua secara umum membutuhkan akses terhadap pendidikan gratis dan fasilitas sekolah yang memadai.

“Demonstrasi ini diikuti oleh pelajar SMP, SMA dan mahasiswa, sudah dimulai sejak pagi tadi,” Kabag Ops Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Polisi Suparmanto kepada Tempo melalui sambungan telepon.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengimbau massa yang melakukan unjuk rasa menolak program Makan Bergizi Gratis untuk tidak menghalangi hak siswa penerima manfaat MBG.

Pernyataan Hasan tersebut merespons soal seruan dari Solidaritas Pelajar West Papua untuk menggelar aksi demonstrasi menolak MBG di beberapa kota di tanah Papua, salah satunya di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Senin (17/2/2025).

“Kalau masyarakat mau berunjuk rasa dan menyampaikan pendapat silakan. Tapi jangan sampai melakukan kekerasan. Kedua, kalau ada yang menolak MBG, karena itu hak mereka, boleh tak menerima. Tapi jangan sampai menghalangi hak saudara dan teman-teman mereka mendapatkan makan bergizi gratis,” kata Hasan saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, seperti dikutip Antara.

Hasan menjelaskan bahwa masyarakat yang merasa tidak perlu menerima manfaat MBG dapat menyampaikan dengan baik ke pihak sekolah.

Menurut dia, tidak perlu harus melakukan unjuk rasa guna membatalkan pelaksanaan MBG di beberapa kota Papua. Apalagi, jika unjuk rasa tersebut menghalangi siswa yang ingin mendapatkan MBG.

“Kalau ada orang yang bilang mereka enggak perlu, mereka bisa sampaikan hal itu. Bisa bilang ‘kami enggak usah dikasih, enggak apa-apa’,” kata Hasan.

JPPI Kecam Tindakan Represif Polisi

Unjuk rasa sempat ricuh saat massa bergerak ke arah menara salib yang berlokasi di depan kantor Bupati Jayawijaya. Kericuhan itu berlangsung di Jalan Hom-hom, beberapa ratus meter dari kantor bupati Jayawijaya.

Polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan pelajar. Barisan massa yang dibentuk oleh pelajar sempat tercerai berai akibat tembakan gas air mata itu.

Polisi membenarkan demonstrasi pelajar itu sempat ricuh dan menembakkan gas air mata. Namun, polisi mengatakan tembakan gas air mata itu dilakukan sesuai prosedur. Alasan polisi menembakkan gas sir mata karena ada lemparan batu dari arah kerumunan kepada aparat yang bertugas.

“Gas air mata sebagai langkah pencegahan agar kericuhan tidak meluas,” kata Kabag Ops Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Polisi Suparmanto.

Supramanto mengatakan lemparan batu itu datang dari kelompok yang mengenakan pakaian bebas. “Memang ada lemparan batu, sepertinya itu bukan dari pelajajar,” kata dia.

Soeparmanto juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mengizinkan pelajar dan mahasiswa melaksanakan demo terkait Makan Bergizi Gratis.

“Kami sudah menyampaikan kepada para kepala sekolah untuk mengimbau para murid tidak ikut demo,” katanya.

Menurut dia, tidak semua murid menolak program tersebut. Ia pun mengimbau para siswa untuk tidak mudah terpengaruh dan terhasut dengan ajakan kelompok tertentu.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap pelajar yang menggelar demonstrasi menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jayapura dan Wamena, Papua. Aksi damai tersebut dibubarkan secara paksa oleh aparat, yang diduga menggunakan kekerasan fisik dan gas air mata.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, mengatakan bahwa kekerasan terhadap pelajar yang menyampaikan aspirasi secara damai merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. “Kami juga menyesalkan adanya laporan mengenai siswa yang dipukul dan ditahan oleh aparat kepolisian,” ujarnya dalam keterangan tertulis Senin, 17 Februari 2025.

JPPI mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas tindakan represif tersebut dan memastikan aparat yang terlibat mendapatkan sanksi hukum yang setimpal. Selain itu, JPPI menuntut pembebasan tanpa syarat bagi siswa yang ditahan serta pemenuhan hak atas pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh siswa di Papua, sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945.

Sumber: tempo.co

Share